Pada karhutla 2019, kebun warga banyak yang gagal akibat amuk api yang menghanguskan sebagian lahan. Adapun irigasi yang dibangun panjangnya sekitar lima kilometer dari Sungai Mentaya. Irigasi tersebut terdiri dari galian primer dan sekunder.
Persoalan muncul ketika PT BSP yang berdalih bermitra dengan Koperasi Mitra Borneo Sejahtera (MBS) mulai menggarap lahan. Lahan masyarakat tersebut diklaim sekelompok orang yang mengaku memiliki sejumlah area di lokasi tersebut dengan rata-rata 50 hektare per orang.
Pada 2 September lalu, warga Luwuk Bunter melakukan aksi protes di atas lahan yang dipersoalkan dengan membentangkan spanduk. Hal tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap penggusuran kebun mereka yang sudah dikuasai puluhan tahun. Tanaman warga habis dalam sehari dilibas alat berat.
Spanduk yang dipasang sengaja diikat di antara pohon kelapa sawit yang bertumbangan. Beragam sebagai ekspresi amarah warga disampaikan melalui tulisan, misalnya ”Jangan Rampas Tanah Ini” dan ”Tanah Ini Harga Mati”. Warga juga menyebut adanya peran mafia tanah.
Di atas lahan tersebut dibuat saluran baru yang membelah saluran irigasi sekunder yang sebelumnya dibangun Pemprov Kalteng. Lahan tersebut awalnya ditanami kelapa sawit tahun 2015 silam. Setelah terbakar, diganti tanaman karet. Lalu terbakar lagi pada karhutla tahun 2019. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari saluran utama irigasi tersebut. (ang/ign)