Berdasarkan CoA yang diterbitkan PT IBIS, spesifikasi kalori (GAR) batu bara yang dikirim PT BIG ke PLTU Rembang tahap pertama adalah 3660 Kcal/Kg sedangkan untuk tahap II (kedua) 2.992 Kcal/Kg. Pembayaran kepada PT BIG seharusnya dilakukan penyesuaian harga, karena spesifikasi kalori batu bara yang dikirim tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan PT PLN.
”Namun, karena hasil pengujian yang dilakukan, baik oleh PT ATQ maupun PT Geoservises telah dikondisikan, sehingga seolah-olah telah memenuhi persyaratan yang diminta PT PLN, maka pembayaran yang dilakukan kepada PT BIG telah memperkaya RRH sebesar Rp5.568.313.561, karena telah menerima pembayaran tanpa adanya penyesuaian harga,” ujarnya.
Undang Mugopal mengatakan, melalui rangkaian itu diduga terjadi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara yang masih dalam penghitungan oleh BPKP Perwakilan Kalimantan Tengah. ”Masih dalam tahap perhitungan. Kami akan usahakan perkara ini bisa secepatnya disidangkan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya,” ujarnya.
Dia menambahkan, dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada 2022. Penyelidikan oleh tim Pidsus Kejati Kalteng dimulai sejak enam bulan lalu. Kemudian, sejak sebulan lalu ditingkatkan ke penyidikan. ”Kami belum bisa menyampaikan berapa jumlah kerugian keuangan negaranya, karena sampai saat ini jumlah pastinya sedang dihitung BPKP,” ujarnya.
Untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara, pihaknya telah memeriksa 48 saksi dan 3 ahli. Keterangan para ahli dimaksudkan untuk mengetahui kadar batu bara yang dikirim ke PLTU Rembang. ”Sampai saat ini para tersangka belum ditahan. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangkanya akan bertambah sesuai hasil penyidikan dan keterangan para saksi yang lebih terbuka,” ucapnya.
Menurut Mugopal, peranan masing-masing tersangka membuat seolah-olah batu bara yang dijual ke PLTU Rembang milik PT PLN telah sesuai spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak. Faktanya, kualitas batu bara yang diterima jauh dari spesifikasi.