Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) terus berupaya mengkonversi minyak tanah ke gas elpiji di 80 desa di enam kecamatan. Kecamatan tersebut belum mendapatkan pasokan elpiji secara rutin.
HENY, Sampit | radarsampit.com
Enam kecamatan di Kotim yang belum menjalankan program konversi minyak tanah ke elpiji, yakni Kotabesi, Telawang, Mentaya Hulu, Bukit Santuai, Telaga Antang, Antang Kalang. Akibatnya, gas elpiji tak tersedia karena tak dikirim.
Untuk memenuhi kebutuhan, masyarakat melakukan berbagai cara. Di antaranya membeli di luar kecamatan di Kotim dengan harga mencapai Rp40-70 ribu per tabung 3 kilogram.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Alang Arianto mengatakan, permasalahan pasokan kuota elpiji yang terbatas dan terjadinya ketidaksesuaian harga eceran tertinggi (HET) yang dijual di lapangan, ditambah penjualan yang tidak tepat sasaran menyebabkan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram terus terjadi selama bertahun-tahun.
”Pemkab Kotim sudah berupaya mengatasi permasalahan ini. Tahun 2023 lalu Pak Bupati sudah menghadap ke Ditjen Migas untuk mengupayakan konversi minyak tanah ke elpiji, khususnya di enam kecamatan ini. Setelah pertemuan itu, dilakukan rapat dan hari ini Pemkab Kotim melaksanakan sosialisasi sebagai salah satu syarat untuk dilakukan konversi,” kata Alang, Selasa (16/7/2024).
Sosialisasi konversi minyak tanah ke elpiji secara mandiri di enam kecamatan dihadiri perwakilan kades, agen, pangkalan, pejabat PT Pertamina Patra Niaga, dan DPC Hiswana Migas Kotim.
“Karena di enam kecamatan ini belum dapat kuota elpiji. Makanya enam kecamatan mencari elpiji dari kecamatan lain dengan harga Rp40-50 ribu per tabung, bahkan di wilayah utara ada yang dijual Rp70 ribu per tabung 3 kilogram,” katanya.
Elpiji 3 kilogram ini merupakan subsidi pemerintah yang menjadi barang rebutan. Tak peduli berapa tingginya harga jual elpiji, masyarakat terpaksa tetap membeli agar dapur tetap mengepul.
”Dulu saat minyak tanah mulai langka, masyarakat dipaksa menggunakan kompor gas elpiji. Saat itu banyak masyarakat yang tidak mau, karena kebiasaan menggunakan minyak tanah. Setelah itu ada program dari pemerintah, melakukan peralihan minyak tanah ke gas elpiji, masyarakat diberikan kompor dan tabung secara gratis. Namun, karena anggaran sudah tidak tersedia lagi, beberapa tahun terakhir program itu sudah tidak ada lagi,” katanya.