Sejumlah warga Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, berjuang mempertahankan lahannya dari perampasan. Perlawanan sengit bakal terus diberikan sampai titik penghabisan.
RADO, Sampit | radarsampit.com
Ekspansi raksasa besi (alat berat) yang disebut-sebut dari perusahaan perkebunan PT Borneo Sawit Perdana di kawasan irigasi Danau Lentang, Desa Luwuk Bunter Kecamatan Cempaga, memantik reaksi sejumlah warga. Mereka melakukan aksi protes di atas lahan miliknya.
Membentangkan spanduk di atas lahan yang tergarap, Sabtu (2/9) lalu, warga menyebut protes tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap penggusuran kebun mereka yang sudah dikuasai puluhan tahun. Tanaman warga habis dalam sehari dilibas alat berat.
Selain itu, di atas lahan tersebut dibuat saluran baru yang membelah saluran irigasi sekunder yang sebelumnya dibangun Pemprov Kalteng.
Spanduk yang dipasang sengaja diikat di antara pohon kelapa sawit yang bertumbangan. Beragam sebagai ekspresi amarah warga disampaikan melalui tulisan, misalnya ”Jangan Rampas Tanah Ini” dan ”Tanah Ini Harga Mati”. Warga juga menyebut adanya peran mafia tanah.
Informasinya, tanah warga tersebut baru saja digarap sekitar akhir pekan lalu. Lahan tersebut awalnya ditanami kelapa sawit tahun 2015 silam. Setelah terbakar, diganti tanaman karet. Terbakar lagi pada karhutla tahun 2019. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari saluran utama irigasi tersebut.
”Kami protes lahan kami dibuat seperti ini, sementara kami tidak pernah menjual atau menerima ganti rugi,” kata Sarino, warga setempat.
Lahan kebunnya dengan luasan satu hektare selama ini dirawat dan dikelola secara rutin. Namun, setiap kemarau yang disertai karhutla, sebagian tanam tumbuh di atasnya ikut terbakar.
Dia mengaku tak pernah menerima pemberitahuan adanya rencana penggarapan atau lahan tersebut dijadikan kebun koperasi. ”Kami dapat laporan warga lainnya kalau lahan kami digarap juga. Kami tidak menyangka lahan kami jelas di dalam saluran irigasi pemerintah bisa digarap dan digusur seperti ini,” ujarnya.