Bima juga memberikan komentar sedikit soal pelaksanaan TWK untuk pegawai KPK. Khususnya soal siapa yang melakukan wawancara materi kebangsaan tersebut. ’’Asesor BNPT, Pusat Intelijen TNI AD, BAIS,’’ katanya. Kemudian observernya dari Pusat Penilaian Kompetensi BKN dan Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas meminta supaya kegaduhan yang muncul di tubuh KPK harus segera diakhiri. Kegaduhan tersebut berawal dari 75 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Padahal menurut dia di dalam daftar 75 orang tersebut, ada pegawai yang memiliki reputasi dan kredibilitas dalam menangani dan membongkar kasus korupsi.
Anwar mengatakan untuk mengakhiri kegaduhan yang dapat merusak citra KPK tersebut, sebaiknya para tim penguji menyampaikan ke publik secara terbuka soal-soal yang diujikan. ’’Agar sebagai warga bangsa, kita tidak bertanya-tanya dan tidak curiga bahwa TWK ini telah jadi alat pimpinan KPK untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak disukai,’’ katanya.
Dia juga menyoroti soal pelabelan intoleran dan radikalisme kepada para pegawai yang tidak lolos TWK tersebut. Menurut Anwar sejatinya para pegawai KPK harus bersikap intoleran terhadap tidak pidana korupsi. Selain itu mereka juga harus bersikap keras dan radikal menghadapi para koruptor. Sebelum pertanyaan untuk para pegawai KPK itu dibuka ke publik, sebaiknya tidak boleh ada pelabelan bahwa mereka itu intoleran atau radikal.
Selain itu, Anwar juga mengingatkan bahwa KPK itu diamanati oleh rakyat untuk melindungi dan menciptakan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. ’’Tetapi KPK dalam hal ini rasanya kok tidak bisa berbuat seperti itu. Tapi malah sebaliknya,’’ katanya. Menurut Anwar ini adalah sebuah tanda tanya besar. Dia menegaskan seluruh pimpinan di KPK harus jujur kepada publik atas apa yang sedang terjadi saat ini. (tyo/wan/jpg)