PALANGKA RAYA – Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh penyidik Kejati Kalteng terkait pembangunan jalan antardesa di Kecamatan Katingan Hulu, Asang Triasha melaporkan penyidik Kejati Kalteng ke Komisi Kejaksaan RI. Dia merasa menjadi korban kriminalisasi, padahal hanya penerima surat perintah kerja dari sebelas kepala desa.
Asang didampingi penasihat hukumnya Sukarlan Fachri Doemas melaporkan ke Jakarta, Jumat (11/3), yang diterima bagian Pokja Komjak M Marbun.
Kepada Radar Sampit, Asang menegaskan, dirinya telah selesai melaksanakan pekerjaan pembangunan jalan sepanjang 43 km dengan lebar atau ruas jalan berkisar antara 8 – 12 meter dan pembuatan jembatan kayu sebanyak 74 buah. Jalan itu menghubungkan sebelas desa dari Kelurahan Tumbang Sanamang menuju Kiham Batang.
Proyek itu dia kerjakan sesuai surat perintah kerja sebelas kepala desa. Total biaya yang dikeluarkannya sebesar Rp 3,4 miliar.
Dia menuturkan, sesuai putusan PN Kasongan tanggal 16 Agustus 2021 yang dikuatkan dengan Putusan PT Palangka Raya tanggal 26 Oktober 2021, akibat menagih upah kerjanya dan melaporkan sembilan kades yang tidak membayar dengan dugaan korupsi kepada Kejati Kalteng pada 2 Februari 2021, dia justru ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Februari.
Asang menambahkan, dari laporan keuangan sembilan kepala desa, seolah-olah dirinya telah dibayar penuh. Karena itulah dia melaporkan sembilan kades tersebut kepada Kejati Kalteng dengan dugaan korupsi.
Karena laporannya diabaikan, Asang, mengajukan gugatan terhadap sembilan kades dan berdasarkan PN Kasongan, para kades itu terbukti melakukan wanprestasi dan dihukum membayar sisa upahnya. Putusan itu diperkuat putusan dari Pengadilan Tinggi Palangka Raya.
”Sangat tidak masuk nalar dan logika yang wajar, saya yang telah melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan melalui badan kerja sama antardesa, kemudian karena tidak dibayar, saya melaporkan sembilan kepala desa kepada kejaksaan, tapi justru oleh penyidik Kejati Kalteng saya ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.