Mampu Biayai Dua Anaknya hingga Sarjana 

Petani Sukses di Pangkalan Bun
SENANG BERTANI: Sukani saat di kebun miliknya di Jalan Pramuka, Desa Pasir Panjang, Kobar.(RINDUWAN/RADAR SAMPIT)

”Kalau sekarang ini harga cabai mahal, kami senang karena untung,” ujarnya. Sebaliknya, apabila harga cabai anjlok, petani juga merugi.

”Menunggu sampai cabai merah itu sangat lama. Karena itu, harga yang murah itu sangat tidak sebanding,” tambahnya.

Bacaan Lainnya

Sukani mengatakan, harga cabai normal dari petani berkisar antara Rp 50 ribu per kilogram. Harga tersebut sudah ada untung meski tidak banyak. Namun, ketika ada harga lebih tinggi, pihaknya sangat senang.

”Harga cabai mahal karena banyak yang gagal panen. Terus terang saja, harga seperti sekarang sangat kami nanti,” ungkapnya.

Meski demikian, lanjut Sukani, harga cabai di Pangkalan Bun lebih sering turun dibanding naik. ”Sejak Idul Adha sampai awal tahun ini, harga bertahan Rp 45 ribuan. Itu harga yang diambil dari tengkulak. Itu untung, tapi sangat sedikit,” katanya.

Baca Juga :  Balap Liar di Pangkalan Bun makin Meresahkan

Untuk menyiasati penghasilannya, Sukani belakangan ini menjalankan tumpang sari. Sedikit demi sedikit kebunnya ditanami buah naga. Tanaman itu dinilai sebagai prospek yang sangat menjanjikan.

”Dari satu hektare lahan yang awalnya untuk cabai dan tomat, sekarang saya tambah buah naga. Cabai jalan, buah naga juga jalan,” ujarnya.

Menurutnya, dengan tumpang sari, ketika harga cabai turun, masih ada yang diharap dari tanaman lain. Namun, untuk buah naga memang belum maksimal, karena masa tanamnya belum genap satu tahun.

”Jika nanti buah naga sudah bagus, kemungkinan cabai bisa kalah. Tapi, tidak masalah karena buah naga juga masih sangat menjanjikan,” katanya.

Lebih lanjut Sukani mengatakan, dia juga mengembangkan tanaman cabai di kebun Desa Kumpai Batu Atas. Kebun di desa itu sangat cocok untuk cabai karena tidak mudah terserang hama.

”Nantinya satu hamparan kebun kami di Kumpai Batu Atas akan dikembangkan cabai saja. Paling kalau kemarau ditambah semangka dan melon,” ucapnya.

Sukani mengaku senang berani sejak muda. Di kampung asalnya dia sudah bertani. Namun, karena banyak yang berprofesi serupa, persaingan jauh lebih banyak.

Baca Juga :  Pemutus Jari Polisi Anggota Ormas Adat, Berniat Memalak untuk Beli Miras

Setelah merantau dan mengembangkan pertanian di Pangkalan Bun, dia mulai bangkit karena pesaingnya sedikit dan peluang pasarnya sangat besar. Dia mengurus dua kebun sekaligus dibantu istri dan seorang anak buahnya. Untuk bertanam dan perawatan dikerjakan sendiri.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *