Melihat Potensi Wisata Hutan Mangrove di Desa Lampuyang  

Bisa Jadi Ekowisata, Perlu Dukungan Pemerintah

Menyusuri Sungai Bejarau di Desa Lampuyang
Menyusuri Sungai Bejarau di Desa Lampuyang yang dikelilingi dengan rimbunnya Hutan Mangrove, yang sangat potensial dijadikan kawasan ekowisata. (istimewa)

RadarSampit.com – Hutan Bakau atau Mangrove, cukup familiar di perairan sungai wilayah selatan Kabupaten Kotawaringin Timur. Manfaatnya sangat banyak. Selain bisa melindungi ekosistem, juga potensial menjadi lokasi ekowisata yang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya.

==================

Bacaan Lainnya

Dalam lima tahun terakhir. Sejak 2017 silam. Tumbuhan yang memiliki nama latin Rhizophora ini, cukup giat dibudidayakan oleh kelompok masyarakat Mangrove Lestari di Desa Lampuyang Kecamatan Teluk Sampit.

Dari Kota Sampit, Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Desa Lampuyang bisa ditempuh melalui jalur  darat ke selatan dengan jarak sekitar 71,2 Kilometer, atau memakan waktu sekitar 2 jam lebih.

Ketua Kelompok Masyarakat Mangrove Lestari Desa Lampuyang Muhriannur mengatakan, hutan mangrove yang mereka kembangkan itu, saat ini luasnya sudah mencapai 82 hektare. Dan masuk dalam areal hutan lindung.

Baca Juga :  Tak Perlu Lagi Kemoterapi ke Luar Kota Sampit

”Untuk ke lokasi, dari Desa Lampuyang masih mengandalkan perahu kelotok milik masyarakat. Dari Sungai Lampuyang besar, keluar ke Sungai Mentaya kemudian masuk ke Sungai Bejarau. Hanya sekitar 30 menit menyusuri sungai,” ujarnya, kemarin.

Batang-batang mangrove yang cukup rindang dan membentuk seperti terowongan, membuat suasana saat memasuki hutan tersebut begitu teduh. Selain perairannya yang dangkal, di lokasi itu juga kerap didapati kawanan burung. Seperti Bangau dan Belibis.

Dirinya mengaku, sejauh ini dalam mengembangkan dan memelihara hutan tersebut masih dari swadaya masyarakat setempat. Belum pernah tersentuh program dari pemerintah.

Namun lanjut Muhriannur, baru-baru tadi pihaknya berupaya mengusulkan program pengembangan dan pengelolaan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim. Namun belum membuahkan hasil.

Pihaknya pun berharap, melalui usulan itu kawasan tersebut bisa masuk dalam program Taman Hutan Raya (TAHURA). Sehingga ada pengelolaan terhadap hutan konservasi itu, dan lebih mengarah pada perlindungan ekosistem. Termasuk melestarikan kehidupan yang ada di dalamnya. Selain perlindungan, dalam prakteknya bisa dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan pariwisata.



Pos terkait