SAMPIT – Perebutan posisi strategis pada alat kelengkapan DPRD (AKD) Kotim kian memanas. Jatah kursi untuk dua partai besar, PDIP dan Demokrat, benar-benar dibabat habis lima partai lainnya. Dua partai itu menolak hasil reposisi dan menilainya cacat hukum. Penetapan AKD juga dinilai mengamputasi semangat demokrasi yang harusnya dijunjung tinggi lembaga wakil rakyat.
Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang PDIP Kotim Alexsius Esliter mengatakan, pihaknya tidak mengakui hasil reposisi AKD tersebut. Agenda itu dinilai melanggar aturan, sehingga produk paripurna hingga pengesahan cacat hukum dan berpotensi menjadi persoalan di kemudian hari. Partai berlambang banteng moncong putih tersebut akan tetap mengakui hasil susunan AKD sebelumnya.
”Kami PDI Perjuangan tidak merasa kalah. Kami tidak khawatir dan sangat paham bahwa mekanismenya bukan seperti yang dilaksanakan itu,” kata Alexsius, Selasa (15/2).
Alexsius menegaskan, PDIP merespons keras sikap lima fraksi partai di DPRD Kotim. Pasalnya, hasil reposisi AKD tidak menyisakan satu pun kursi untuk PDIP. Bahkan, posisi AKD untuk PDI Perjuangan dibabat habis koalisi lima partai tersebut, yakni Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN, dan PKB.
Alexius menuturkan, pihaknya tidak memusingkan hasil tersebut. Fraksi PDIP akan bekerja dengan format posisi sebelumnya, yakni Ketua Komisi I dan Wakil Ketua Komisi II dijabat PDIP.
”Kami sebenarnya ada kesepakatan seluruh fraksi, tidak bisa hanya segerombolan fraksi saja. Ini berbicara alat kelengkapan. Harus duduk bersama,” kata Alexius.
Alex menegaskan, PDIP tidak merasa ditinggalkan atau dibabat habis, karena pihaknya tidak mengakui hasil reposisi tersebut. ”Kami selalu tunduk dan patuh kepada aturan yang berlaku. Jadi, kalau paripurna berjalan dan ada kesepakatan beberapa partai, kami jelas tidak terlibat di dalam hal tersebut. Silakan mereka,” ujar Alex.
Anggota Fraksi PDIP Rimbun menambahkan, penetapan AKD baru melalui Wakil Ketua I dan II yang memimpin rapat paripurna merupakan hal yang keliru dan cacat hukum. Karena itu, produk paripurna tersebut tidak bisa diakui secara hukum.