Mengenal Kembali Karya Para Silpin lewat Pameran Relief Era Bung Karno

Interpretasi Manusia Indonesia lewat Pesek, Caping, dan Keranjang  

seni para silpin
SENI YANG TERABAIKAN: Martha, seorang pengunjung, melintas di deretan foto bagian relief-relief Sarinah yang patah, retak, dan tergores dalam pameran Relief Era Soekarno di Galeri Salihara, Jakarta Selatan, Sabtu (11/5/2024). (MUHAMMAD ALI/JAWA POS)

Para seniman yang terlibat harus bekerja keras menciptakan ulang relief-relief yang sebagian rompal dan patah. Era relief sengaja ditampilkan kembali untuk mengisi khazanah karya seni yang kini didominasi lukisan.

EDI SUSILO, Jakarta | radarsampit.com

Bacaan Lainnya
Gowes

PENAMBANG pasir, nelayan, pekerja berbadan kekar, emak-emak menyunggi keranjang, pohon kelapa, dan pepaya. Gambaran riuh aneka orang itu terpampang dalam relief ’’Manusia Indonesia’’ karya S. Soedjojono.

Semua tersorot ke dinding dari pancaran sinar proyektor berukuran 25 x 3 meter di Galeri Salihara, Jakarta Selatan, pada Sabtu (11/5/2024) dua pekan lalu. Karya ikonik  seniman kelahiran 14 Desember 1913 itu adalah satu dari enam relief lainnya karya para silpin (pembuat relief) yang terpajang dalam pameran ’’Relief Era Bung Karno’’. Selain Soedjojono, ada pula karya Harijadi Sumadidjaja dan Surono.

’’Manusia Indonesia’’ yang dulunya dipahat di eks Bandara Kemayoran, Jakarta, itu sudah rompal di beberapa bagian. Juga mengalami keretakan lantaran tak terurus setelah kesibukan Kemayoran berpindah ke Bandara Soekarno-Hatta.

Di ruang pameran, terpampang pula gambaran relief yang dimunculkan dalam patung bentuk tiga dimensi (3D) dengan tinggi 40 sentimeter dan panjang 2,2 meter. Berwujud 15 orang berbaris yang memakai caping dengan tangkapan ikan yang dibuat berdasar gambaran relief Sarinah yang sampai sekarang belum diketahui karya silpin siapa.

Baca Juga :  Diduga Korupsi, Jaksa Tahan Mantan Ketua Badan Akreditasi Nasional PAUD Kalteng

’’Kami membuatnya selama dua bulan. Bersama lima orang,’’ kata pematung Nus Salomo kepada Jawa Pos.

Tantangan terberatnya, lanjut Nus, dia ingin cetakan 3D printer Sarinah sama persis dari relief aslinya yang memiliki panjang 15 meter dengan tinggi 3 meter tersebut. Nus bersama timnya pun harus memotret hingga ratusan kali sebelum antarprotret itu disambung dan menjadi gambar utuh.

Bukan hanya itu, mereka juga harus mampu berimajinasi untuk menciptakan gambaran relief secara utuh. ’’Karena beberapa bagian relief sudah patah. Kami harus mengira-ngira,’’ ujarnya seraya tertawa.

Era relief sengaja ditampilkan kembali untuk mengisi khazanah karya seni yang kini didominasi lukisan. Diambil dari enam titik di empat provinsi, terpatri dalam ruang hotel, bandara, sampai plaza di rentang 1957–1965.



Pos terkait