Panja Biaya Pendidikan Bakal Panggil Kemendikbudristek-Kemenkeu

JPPI: Pendidikan Tinggi Kebutuhan Tersier Itu Kesalahan Besar

ilustrasi kuliah
ilustrasi kuliah

JAKARTA, radarsampit.com – Belum juga ada solusi soal kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang meroket, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah kembali menuai sorotan.

Kritik disampaikan sejumlah pihak lantaran pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie soal pendidikan tinggi (PT) yang disebut pendidikan tersier.

Bacaan Lainnya
Gowes

Dalam temu media baru-baru ini, Tjitjik menyebut PT adalah tertiary education, bukan wajib belajar. Karena itu, tidak semua lulusan SMA dan SMK wajib masuk PT.

Pemerintah, kata dia, fokus untuk memprioritaskan pendanaan pada pendidikan wajib 12 tahun. Perguruan tinggi tidak masuk prioritas karena masih tergolong pendidikan tersier. Kendati begitu, dia mengklaim bahwa pihaknya tetap memberikan pendanaan pada PT melalui bantuan operasional PTN (BOPTN).

Tapi, lanjut dia, besarannya tidak menutup biaya kuliah tunggal (BKT). Hingga akhirnya, sisanya dibebankan pada uang kuliah tunggal (UKT). Itu pun disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. ”Ini sebenarnya secara prinsip bukan kenaikan UKT, tapi penambahan kelompok UKT,” katanya.

Baca Juga :  Di Kalteng Hanya 30 Persen Lulusan SMA Melanjutkan Pendidikan

Atas pernyataan tersebut, pemerhati pendidikan dari Vox Point Indonesia Indra Charismiadji sangat menyayangkannya. Menurut dia, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Kemendikbudristek seolah lepas tangan dari ketidakmampuannya mengelola sistem pendidikan.

”Jadi, walaupun pendidikan tinggi bukan bagian dari wajib belajar, tidak tepat jika pemerintah punya pemikiran untuk berdagang layanan pendidikan dengan rakyatnya sendiri,” ujarnya kemarin.

Apalagi, anggaran pendidikan yang dikucurkan mencapai Rp 665 triliun setiap tahun. ”Sekarang kuliah mahal dan bahkan tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan menengah. Sedih juga punya pejabat yang tidak sadar bahwa kebijakannya itu melanggar HAM,” ungkapnya.

Mengingat, di artikel 26 Deklarasi HAM dikatakan bahwa akses pendidikan tinggi harus terbuka berdasar meritokrasi. Artinya, berdasar prestasi dan kinerja, bukan karena uang.



Pos terkait