Pasukan Merah Tak Bisa Sembarangan Dibubarkan, Begini Penjelasannya

Pasukan Merah Tak Bisa Sembarangan Dibubarkan
AKSI DAMAI: Ratusan Pasukan Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Kalteng mendatangi Polda Kalteng saat melakukan aksi, beberapa waktu lalu. (DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA Desakan puluhan organisasi masyarakat (ormas) untuk mencabut Surat Keputusan pendirian Pasukan Merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (PM-TBBR) sulit dilaksanakan. Pasalnya, izin organisasi tidak bisa sembarangan dicabut.  Ormas tersebut harus terbukti melakukan pelanggaran atau tindak pidana.

Praktisi hukum sekaligus Ketua DPD PPKHI Kalteng Antonius Kristianto mengatakan, ormas harus terdaftar di Kesbangpol, Kemendagri, dan Kemenkumham. ”Apabila ingin mencabut SK, ormas dimaksud harus ada kesalahan. Jadi, ormas yang mendesak bisa mengajukan keberatan kepada pemberi izin,” katanya , Selasa (11/30).

Bacaan Lainnya

Antonius menuturkan, apabila benar ormas yang dipersoalkan melakukan tindak pidana, bisa langsung diproses hukum. Hal tersebut dilakukan aparat penegak hukum. Akan tetapi, Pasukan Merah selama ini tak pernah melakukan kegiatan yang bersentuhan dengan hukum, sehingga tidak bisa sembarangan dibubarkan.

”Jika tidak ada, atas dasar apa meminta pembubaran?” tegas Antonius.

Baca Juga :  Waspada Siasat Adu Domba Polemik Pasukan Merah, Hormati Perjanjian Tumbang Anoi

Antonius menambahkan, apabila ada tuduhan Pasukan Merah meresahkan, harusnya dilaporkan ke penegak hukum. Selain itu, apabila ada perusahaan yang merasa dirugikan, perusahaanlah yang mengadu dan melapor, bukan orang lain.

”Hukum itu harus fakta, bukan istilah katanya. Tidak bisa seperti itu. Jika perusahaan dirugikan, perusahaan melaporkan. Makanya tidak mudah asal cabut SK. Ormas tidak bisa mendesak pencabutan, kecuali ormas yang dipersoalkan melakukan tindak pidana dan pelanggaran sesuai AD/ART,” jelasnya.

Lebih lanjut Antonius mengatakan, untuk membubarkan ormas harus disertai alat bukti. Apabila ada tindak pidana, penegak hukum yang akan bergerak. Selama ormas melakukan kegiatan positif, harusnya tak dipermasalahkan. Kalau pun ada ketidaksepahaman, harusnya duduk satu meja untuk menyelesaikan.

”Kalteng ini menjunjung tinggi falsafah huma betang. Tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan,” katanya.

Antonius menegaskan, saat ini sudah ada Dewan Adat Dayak (DAD). Harusnya, lembaga adat bisa bergerak dan menjadi inisiasi dalam fasilitas musyawarah antarpihak.



Pos terkait