Saat ini PT. Berkala Maju Bersama memiliki lima perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kabupaten Gunung Mas seluas 9.445,46 hektare. Perusahaan juga bermitra dengan skema petani plasma di Kecamatan Kurun dan petani mandiri di Kecamatan Manuhing yang masing-masing mengelola 3000 hektare.
Pencabutan izin pelepasan kawasan hutan konservasi yang sudah diperoleh PT BMB pada tahun 2014 dikhawatirkan akan menimbulkan dampak dari berbagai aspek. Dari sisi perizinan berusaha, PT BMB merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit yang sudah memperoleh SK Pelepasan Kawasan seluas 8.559,45 hektare pada tahun 2014 yang saat ini telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas lebih kurang 12.000 hektare.
“Sudah terdaftar dalam OSS. Perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS). Dengan adanya SK Kementerian LHK yang terbit akan terjadi kontradiktif dari sisi perizinan, yakni perizinan kehutanan dan perkebunan,” katanya.
Dari sisi hukum pertanahan, PT BMB saat ini sudah memiliki HGU seluas 9.445,46 hektare yang juga mencakup luasan pelepasan kawasan 8.559,45 hektare dan saat ini sudah ditanami. Bahkan perusahaan telah memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) di Kecamatan Manuhing dengan kapasitas 45-60 ton per jam.
Pada tahun 2023, akan dioperasionalkan pabrik kelapa sawit di Kecamatan Kurun dengan kapasitas 45-60 ton per jam. Dengan terbitnya SK tersebut artinya menambah ketidakjelasan status dan fungsi areal saat ini, yang mana HGU hanya bisa terbit di areal APL.
“Dari aspek hak keperdataan juga dipertanyakan bagaimana status investasi kebun yang sudah existing saat ini,” jelasnya.
Apabila izin PT BMB benar-benar dicabut, maka lebih dari 900 karyawan akan kehilangan pekerjaan yang sebagian besar merupakan pekerja dari penduduk lokal.
“Karena memang hakikat pendirian PT Berkala Maju Bersama untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal Kabupaten Gunung Mas,” tuturnya.
Dari aspek sosial, masyarakat sekitar perkebunan yang menjadi peserta kebun plasma PT BMB juga pasti kehilangan kebun plasma. Ini dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak di masyarakat.