Pendayagunaan Amdal Dalam Pengendalian Lingkungan Hidup Menurut UU Ciptakerja (9)

Amdal dan UU Ciptakerja
Oleh Dr. H. Joni, SH.MH

Perubahan Izin Lingkungan

MENURUT ketentuan pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, proses perizinan kegiatan berusaha diubah dari berbasis izin menjadi berbasis risiko.  Jenis usaha dan/atau kegiatan dengan Risiko Rendah tidak dilengkapi dengan UKL-UPL namun wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Izin Berusaha/NIB.

Sedangkan  jenis usaha dan/atau kegiatan dengan Risiko Menengah dan usaha yang tidak berdampak penting pada lingkungan wajib memiliki Nomor Izin Berusaha/NIB dan memenuhi standar UKL-UPL sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Kewajiban penyusunan AMDAL yang juga merupakan persyaratan perijinan berusaha diterapkan bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai kategori Risiko Tinggi yang diintegrasikan ke dalam Nomor Izin Berusaha/NIB.

Sebelum perubahan, ijin lingkungan yang diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup dan diwajibkan memiliki AMDAL sebagai salah satu persyaratannya. Namun dengan disahkannya UU Cipta Kerja maka berbagai peraturan mengenai perijinan dalam berusaha disederhanakan dan menjadi kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Baca Juga :  Pendayagunaan Amdal dalam Pengendalian Lingkungan Hidup Menurut UU Ciptakerja (3)

Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Pemerintah pusat hanya mengatur prosesnya saja, sedangkan kewenangan tetap ada di daerah. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 174 tentang Kewenangan Daerah. Di mana kewenangan yang ada pada Kementerian/ Lembaga (K/L) termasuk kepala daerah dimaknai sebagai bagian pendelegasian kewenangan Presiden kepada K/L dan kepala daerah. Artinya, kewenangan izin tetap pada daerah. Namun, jika waktu prosesnya melanggar Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), maka secara otomatis dianggap menyetujui, agar pengusaha mendapatkan kepastian dan efisiensi.

Aspek Persetujuan Lingkungan



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *