Persetujuan Lingkungan yang merupakan hasil keputusan dokumen AMDAL menjadi syarat dikeluarkannya Perijinan Berusaha tersebut, AMDAL hanya diterapkan pada usaha dan/atau kegiatan dengan resiko tinggi. Sementara untuk usaha dengan resiko menengah dengan melengkapi dokumen UKL-UPL, kemudian untuk usaha beresiko rendah cukup dengan mendaftarkan NIB. Kriteria usaha dan/atau kegiatan itu juga masih mengacu pada peraturan-peraturan sebelumnya.
Hal tersebut sekaligus menjawab kekhawatiran publik terkait isu bahwa perlindungan lingkungan tidak ditegaskan dalam keputusan Izin usaha. Berkaitan dengan isu dihapusnya sembilan kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih tetap berlaku dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Terkait ijin lingkungan yang sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan bentuk dan mekanisme perijinan tersendiri, maka dalam UU Cipta Kerja perijinan lingkungan tidak dihilangkan namun tujuan dan fungsinya diintegrasikan kedalam Perijinan Berusaha. Dengan demikian hanya nomenklatur Izin Lingkungan yang hilang, namun substansi tujuan dan fungsinya tidak hilang karena diintegrasikan ke dalam Perizinan Berusaha.
Perpindahan Kewenangan
Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, pendayagunaan AMDAL sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait penilaian uji kelayakan lingkungan (AMDAL) dan keputusan atas uji kelayakan tersebut menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Perubahan mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penilaian kelayakan lingkungan menurut UU Cipta Kerja yaitu ada pada penetapan NSPK dan pembentukan Lembaga Uji Kelayakan (LUK). Penilaian kelayakan lingkungan (amdal) yang selama ini dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal (KPA) baik yang ada di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota hanya diubah menjadi penilaian kelayakan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan membentuk suatu lembaga yang bernama Lembaga Uji Kelayakan (LUK).