”Kita juga tidak ingin Karang Taruna dibawa ke ranah politik praktis. Apalagi kepengurusan didominasi oleh satu partai politik. Ini tentu tidak elok dan tidak menggambarkan keberagaman,” ujarnya.
Sebelumnya, Nadalsyah menilai Pemprov Kalteng telah terlalu jauh mencampuri urusan organisasi kepemudaan. Dia merespons terjadinya dualisme kepengurusan Karang Taruna Kalteng, yakni kubu Edy Rustian dan Chandra Ardinata.
Chandra terpilih melalui Temu Karya Daerah (TKD) yang dilaksanakan di Dinas Sosial Kalteng pada Kamis 30 Maret 2023 lalu. Dia kemudian dilantik Sekda Kalteng Nuryakin pada Jumat (31/3) malam, dengan mengacu SK Gubernur Kalteng.
Sementara Edy Rustian terpilih melalui Temu Karya Daerah yang digelar 22 Januari 2023 di Hotel Avicena Palangka Raya. Edy mendapatkan SK pengesahan dari Ketua Umum (Ketum) Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) Didik Mukrianto.
”Kenapa sampai terjadi seperti itu? Karang Taruna Kalteng versi Edy Rustian sudah keluar SK-nya dari PNKT yang kami anggap sah, terus kenapa lagi kok ada Karang Taruna tandingan?” ujar Nadalsyah.
”Kalau seperti ini terus, istilahnya Kalimantan Tengah bisa diatur oleh pemerintah segala organisasinya itu. Saya rasa kurang elok jika begitu,” tegasnya.
Menurut Nadalsyah, organisasi itu induknya ada di pusat. Jadi, apa pun yang menjadi keputusan pusat, harus dihormati. ”Kalau semua organisasi dibikin seperti itu, ya itu tidak baik. Berarti AD/ART tidak berlaku,” katanya.
Pihaknya berencana akan melakukan gugatan melalui PTUN. ”Mungkin nanti akan ada upaya-upaya hukum, tapi masih akan dikoordinasikan terlebih dahulu,” ujarnya. (daq/ign)