“Mereka mengatakan pada kami bahwa melukis bendera Palestina itu dilarang, (memakai) warnanya juga dilarang. Maka Issam berkata, ‘Bagaimana jika saya membuat bunga berwarna merah, hijau, hitam, dan putih?’ dan petugas itu menjawab dengan marah, ‘Ini akan disita. Bahkan jika Anda mengecat semangka, itu akan disita,” kata Mansour pada publikasi tersebut.
Israel mencabut larangan penggunaan bendera Palestina pada 1993 sebagai bagian dari Perjanjian Oslo.
Hal itu mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina, juga merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Penggunaan semangka sebagai simbol muncul kembali pada 2021. Hal itu menyusul keputusan pengadilan Israel bahwa keluarga Palestina yang tinggal di wilayah Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur akan diusir dari rumah mereka untuk dijadikan pemukiman warga mereka.
Pada Januari 2023, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberi polisi wewenang menyita bendera Palestina.
Kemudian diikuti pemungutan suara pada Juni 2023 mengenai rancangan undang-undang yang melarang orang mengibarkan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas.
Sementara, organisasi komunitas Arab-Israel, Zazim meluncurkan kampanye untuk memprotes penangkapan dan penyitaan bendera.
Gambar semangka terpampang di 16 taksi yang beroperasi di Tel Aviv, dengan teks bertuliskan, “Ini bukan bendera Palestina.” “Pesan kami pada pemerintah jelas: kami akan selalu menemukan cara untuk menghindari larangan yang tidak masuk akal dan kami tidak akan berhenti memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi,” kata direktur Zazim Raluca Ganea. (jpc)