Warga Tumbang Ramei Patungan Melawan Konglomerat Perkebunan

Minimal Rp10 Juta Sekali Turun ke Sampit demi Selamatkan Hutan

warga desa tumbang ramei
TERUS BERJUANG: Kepala Desa dan BPD Tumbang Ramei saat datang ke Sampit mempertanyakan perkembangan penyelesaian PT BSL. (RADO/RADAR SAMPIT)

”Kami berharap supaya secepatnya ada kepastian penyelesaian, supaya kami tidak bolak-balik ke Sampit. Kami harus membiayai perjuangan ini secara swadaya. Jadi, kalau ditunda-tunda penyelesaiannya, sampai kapan kami seperti ini?” katanya.

Ekspansi PT BSL mengancam kawasan hutan di wilayah Desa Tumbang Ramei seluas sekitar 4.000 hektare. Warga melakukan perlawanan dan menolak kawasan hutan yang menyimpan kekayaan alam Kotim itu dibabat untuk perkebunan.

Bacaan Lainnya

PT BSL mengantongi izin dengan total 9.566 hektare. Luasannya tersebar di Desa Tumbang Ngahan, Sungai Puring, Kuluk Telawang, Tumbang Kalang, Tumbang Manya, Tumbang Ramei, Tumbang Hejan, dan Tumbang Ngahan.

Izin di wilayah Desa Tumbang Ramei merupakan izin usaha perkebunan (IUP), perluasan lokasi yang disetujui pemerintah daerah per 1 Oktober 2020. Ekspansi itulah yang ditolak warga setempat.

Baca Juga :  PARAH!!! Dana BLT Covid-19 Dipakai Oknum Kades untuk Hura-Hura

PT BSL berdiri di bawah bendera kelompok usaha Nurdin Tampubolon Corporation, konglomerat Indonesia dengan bisnis menggurita. NT Corps merupakan perusahaan yang didirikan mantan anggota DPR RI dari Partai Hanura tersebut, yang kini menjabat tim ahli Wakil Presiden RI Ma’aruf Amin. Unit usahanya merambah berbagai bidang, seperti perkebunan, media, transportasi, properti, dan lainnya.

Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya telah menegaskan akan mempertahankan hutan  sekitar 4.000 hektare di Desa Tumbang Ramei. Bahkan, dia mengambil ancang-ancang mencabut izin di wilayah desa itu, meski izin itu sedang berproses. Bahkan, selangkah lagi akan jadi Hak Guna Usaha (HGU).

Menurut Halikinnor, lahan itu akan dijadikan sebagai hutan monumental. Apalagi hutan itu  merupakan hutan asli dengan kayu langka dan usia ratusan tahun. ”Saya ingin jadikan hutan di Tumbang Ramei ini segai hutan monumental dan tetap dipertahankan, karena mungkin hutan semacam ini tidak ada lagi yang lain,” katanya, beberapa waktu lalu.

Tim teknis Pemkab Kotim dan DPRD Kalimantan Tengah turun ke Desa Tumbang Ramei tersebut pada 13 Desember 2022 lalu. Hasil pengecekan tersebut akan dibahas lagi di tingkat Pemkab Kotim terkait keputusan yang akan diambil nantinya.



Pos terkait