95 Persen Sekolah Sudah Gunakan Kurikulum Merdeka

Pelajar SD di Kecamatan Telawang berseragam lengkap saat akan menyambut kedatangan Bupati Kotim Halikinnor, beberapa waktu lalu. (dok.yuni/radarsampit)
Ilustrasi

JAKARTA, radarsampit.com – Jumlah sekolah yang resmi menerapkan Kurikulum Merdeka kian bertambah. Saat ini sudah 95 persen sekolah yang menggunakan kurikulum tersebut terhitung sejak diresmikan menjadi kurikulum nasional pada Maret 2024.

Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Yogi Anggraena mengungkapkan, angka tersebut hanya berasal dari sekolah formal. Sementara, sekolah nonformal mencapai sekitar 86 persen.

Bacaan Lainnya

Kurikulum Merdeka dinilai sebagai sejarah baru karena menghilangkan beberapa materi yang tidak terlalu penting. Sehingga, siswa bisa lebih fokus mempelajari hal-hal yang lebih esensial dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.

”Pada dasarnya, prinsip Kurikulum Merdeka itu mencakup materi yang esensial, kontekstualitas, fleksibilitas, dan pengembangan karakter,” ujarnya.

Dia mencontohkan soal perubahan iklim yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk dampaknya seperti bencana alam. Materi-materi tersebut telah disampaikan dalam berbagai mata pelajaran di Kurikulum Merdeka.

Baca Juga :  Perpanjangan Kontrak Otomatis PPPK Guru Masih Dibahas

’’Jadi, Kurikulum Merdeka sangat konsen terhadap perubahan iklim. Dan, secara eksplisit, kami mengeksplisitkan kemampuan yang perlu dikuasai peserta didik terkait perubahan iklim di semua mapel,” jelasnya.

Secara kontekstual, lanjut dia, pelajaran itu tentu sangat penting mengingat di Indonesia kerap terjadi bencana.

Setiap daerah juga memiliki karakter bencana masing-masing. Dengan begitu, peserta didik dan guru bisa lebih siap untuk menghadapi bencana yang terjadi di wilayahnya.

”Satu dekade ini dampak bencana luar biasa. Jutaan siswa terdampak dan ratusan ribu sekolah terdampak. Kalau kita tidak melakukan mitigasi sejak dini, dampaknya bisa semakin meningkat,” tegasnya.

Oleh karena itu, dia menekankan kembali pentingnya pendidikan mitigasi bencana diberikan sejak PAUD. Upaya membangun kesadaran tersebut bukan hanya dari ekstrakurikuler, tapi juga intrakurikuler.

Sementara itu, Research Team Leader/CEO of PREDIKT Avianto Amri mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan penelitian mengenai cara anak-anak belajar tentang bencana dan perubahan iklim melalui pendekatan gamifikasi atau edugames.



Pos terkait