Aroma Kriminalisasi Berbalut Korupsi

Kisah Penyimpangan Proyek Jalan di Pedalaman Katingan (1)

Dugaan penyimpangan proyek pembuatan jalan tembus sebelas desa di pedalaman Kabupaten Katingan menyeret dua orang jadi pesakitan
BERMASALAH: Perbandingan jalan tembus sebelas desa di Kecamatan Katingan Hulu, saat baru selesai dikerjakan tahun 2020 dan kondisi sekarang, tahun 2022. (FOTO/GUNAWAN/RADAR SAMPIT)

Kuasa hukum Asang, Sukarlan Fachri Doemas, yang baru saja selesai mandi, sempat mempertanyakan surat perintah penangkapan terhadap kliennya. Petugas lalu memperlihatkan surat yang diminta, yang ternyata dikeluarkan Jaksa Agung Muda Intelejen Kejaksaan Agung. Surat sakti itu jadi senjata aparat untuk membawa Asang tanpa perlawanan.

Keesokan harinya, Jumat (18/3), Asang diterbangkan ke Palangka Raya. Saat tiba di Bandara Tjilik Riwut, dia diminta mengenakan rompi oranye. Kedua tangannya lalu diborgol. Dua orang aparat Kejati Kalteng lalu menggiringnya keluar dari pesawat. Adegan itu sempat jadi perhatian penumpang lainnya di bandara terbesar di Kalteng itu.

Bacaan Lainnya

Penangkapan Asang di Jakarta dilakukan Kejati Kalteng setelah pria yang telah ditetapkan tersangka dalam perkara korupsi pembuatan jalan tembus sebelas desa di Katingan Hulu itu, beberapa kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik. Kejati langsung memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

Baca Juga :  Begini Jadinya Kalau Warga Sudah Marah Jalan Dirusak Angkutan Perusahaan

Asang sejatinya merupakan pelapor dalam kasus tersebut. Dia mengadukan dugaan korupsi yang dilakukan sembilan kepala desa di Katingan Hulu terkait proyek pembuatan jalan yang dikerjakannya pada 2 Februari 2021 silam. Asang menuding kades sembilan desa itu menggelapkan uang pembayaran pekerjaannya yang telah dianggarkan dalam APBDes 2020.

Setahun lebih pelaporan, Kejati Kalteng justru menetapkannya sebagai tersangka. Dia menyusul mantan Camat Katingan Hulu Hernadie yang lebih dulu mendekam di balik jeruji. Keduanya dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar lebih.

Alasan itulah yang mendorong Asang bergerilya mencari keadilan dengan melaporkan kasusnya pada sejumlah institusi dan lembaga negara. Dia berusaha memberikan perlawanan sengit, karena merasa menjadi korban kriminalisasi yang dibalut tuduhan korupsi. (ign/bersambung)



Pos terkait