Dadang melanjutkan, ditinjau dari hukum agama maupun negara sampai hukum adat, hubungan sesama jenis tidak dibenarkan. Perilaku yang melanggar norma agama sama artinya dengan dosa. Melanggar hukum negara berarti tindakan melawan hukum dan konstitusi.
”Kampanye LGBT bisa masuk kategori perbuatan makar terhadap konstitusi negara yang sudah ada. Maka, siapa pun yang terlibat layak diproses hukum, karena sudah melawan aturan negara,” ujar Dadang.
Terpisah, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Amin Sampit Ustaz Ahmad Rayyan Zuhdi Abrar mendesak pemangku kebijakan di Kotim tegas menyikapi maraknya kaum LGBT. Pasalnya, laknat Allah akan datang dan menghukum para pelaku penyimpangan seksual tersebut. Selain itu, juga agar Kotim terbebas dari penyakit mematikan HIV/AIDS.
”Pemerintah atau aparat hukum harus lebih tegas terhadap kaum LGBT, sehingga negara ini bisa terbebas dari penyakit mematikan dan azab Allah,” ujarnya, sambil mengutip peristiwa Nabi Luth yang kaumnya dibumihanguskan Allah akibat aktivitas penyuka sesama jenis.
Ahmad Rayyan menyampaikan hal itu karena beberapa waktu terakhir kaum LGBT sudah mulai berani terang-terangan. Bahkan, berencana menggelar roadshow di Kalteng dengan mengajak kaum LGBT di Sampit. Untungnya kegiatan itu batal dilaksanakan. Meski demikian, hal tersebut harus menjadi perhatian.
Selain itu, mengacu data Dinas Kesehatan Kotim, ditemukan ada tujuh pria penyuka sesama jenis yang positif terjangkit HIV/AIDS. Kemudian, ada 700 pria yang melakukan seks sesama jenis, konseling ke RSUD dr Murjani Sampit, rumah sakit yang ditunjuk sebagai rujukan dari bebagai daerah.
”Dari data tersebut tentu dapat disimpulkan bahwa di Kotim ada kaum LGBT atau penyuka sesama jenis,” kata Rayyan.
Rayyan berharap hal tersebut bisa menjadi perhatian pemangku kebijakan. Bahkan, kalau bisa ditindak tegas berupa hukuman. Pasalnya, jika dibiarkan, bisa menularkan kepada warga lainnya.
”Kalau tidak ada sanksi, dikhawatirkan perbuatan LGBT menjadi hal yang lumrah, sehingga membahayakan bagi daerah ini,” ujarnya.