Sebagai informasi, bangunan kubah tersebut di dalamnya terdapat makam Al’alimul Allaamah Syech Haji Abu Hamid bin Al’alimul Allaamah Mufti Syech Haji Muhammad As’ad yang dikenal dengan Buyut Datu Kalampayan Al Banjari.
Pantauan Radar Sampit, sebagian pondasi bangunan makam sudah hancur. Terutama yang berada di dekat bibir pantai. Apabila hal itu tak segera ditangani, bangunan kubah makam tersebut dipastikan tinggal menunggu waktu untuk hancur dan tenggelam terseret ombak.
Di sisi lain, tak jauh dari lokasi bangunan makam, terdapat bangunan musala yang kondisinya lebih parah. Bangunan lebih dulu hancur sekitar 5 bulan terakhir.
”Tidak lama setelah musala tersebut hancur dan runtuh dihantam abrasi, rumah penunggu makam juga mengalami hal sama,” kata Siti Fauziah, Direktur Radar Sampit yang ikut kerja bakti di lokasi bangunan makam.
Sebelumnya, 20 Mei 2020 lalu dikabarkan Huma Betang yang berada di area kawasan Pantai Ujung Pandaran juga terancam tenggelam karena terus tergerus abrasi. Informasinya, pemerintah pusat melalui Provinsi Kalteng telah membangun breakwater (pemecah ombak) sepanjang 125 meter dengan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Dana tersebut bersumber dari APBN dan pekerjaan sudah rampung tahun lalu.
Selain itu, Pemerintah juga sudah mengambil langkah dengan meletakkan ribuan karung pasir untuk menahan gelombang air laut. Namun, kondisinya saat ini sudah hancur. Karung pasir dinilai tidak akan bertahan lama menahan derasnya ombak laut.
Kepala Dinas Perikanan Kotim Heriyanto sebelumnya mengatakan, sesuai rencana awal, pemerintah berencana membangunan sabuk pantai sepanjang 3.500 meter. Namun, pembangunan baru diselesaikan sepanjang 1.200 meter dengan anggaran APBN sebanyak Rp 5,7 miliar yang diselesaikan pada 2017. Masih ada sekitar 1.300 meter lagi pembangunan sabuk pantai yang belum dikerjakan.
”Dalam perkembangannya pembangunan sabuk pantai itu rencana dilanjutkan pada 2019 lalu, tetapi ditunda dan memutuskan lebih baik membangun breakwater,” ujarnya.
Rencana tersebut berubah setelah mendengar pendapat ahli dari Kementerian PUPR dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. ”Menurut pendapat ahli, ciri khas ombak di Ujung Pandaran lebih ganas dibandingkan wilayah lain, sehingga untuk mencegah abrasi tidak semakin parah, penanganannya tidak efektif dengan membangun sabuk pantai dan lebih diarahkan untuk membangun breakwater,” kata Heriyanto.