Sebelum ini, keduanya memang sudah bertemu dan saling mengenal, sehingga obrolan mereka mengalir layaknya teman yang lama tidak bersua. Meski artikulasinya tak begitu jelas, namun dengan percaya diri Marshelina menceritakan tentang buku setebal 142 halaman yang berisikan 137 judul puisi itu.
Semua puisi yang dia tulis merupakan kisah perjalanan hidup gadis yang mempunyai motto hidup “walau terlahir autis tetap harus menjadi diantara seribu bintang menyinari malam”.
Tak sedikit pula puisi yang ia tulis terinspirasi dari pertemuan dengan seseorang, seperti puisi yang berjudul “Mengejar Mimpi” yang ditulisnya pada 16 Maret 2021, usia bertemu dengan Wakil Bupati Kotim Irawati, itu adalah puisi yang dia tulis karena terinspirasi dari pertemuan keduanya.
”Banyak puisi untuk Wabup, puisi itu terinspirasi dari ibu Wabup, kejarlah mimpimu itu untuk Wabup,” ucapnya.
Pertemuan hari itu di kantor Radar Sampit, kata Marshelina, juga jadi inspirasi sebuah puisi. ”Karena puisi yang saya tulis adalah perjalan hidup saya,” kata Marshelina.
Meski terlahir autis, namun Marshelina mampu bersekolah di sekolah umum, mengenyam pendidikan TK Al Qur›an Aulia Sampit, SD Islam Daruttaslim Sampit, SLTP Negeri 4 Sampit, SLTP Negeri 10 Samarinda, dan SMK Kesatuan 2 Samarinda.
Selama mengenyam pendidikan di bangku SD, Marcelina selalu mendapatkan peringkat 1, bahkan Marcelina duduk di bangku SD hanya 5 tahun, karena dia mampu mengerjakan 100 soal kelas 4, sedangkan saat itu dia masih duduk di bangku kelas 2.
”100 soal benar semua, jadi dari kelas 2 langsung lompat ke kelas 4,” ujarnya.
Bagi seorang difabel bersekolah di sekolah umum bukanlah hal yang mudah. Cemoohan dan perundungan sering diterima oleh Marshelina selama duduk di bangku sekolah. Ejekan teman-temannya tak membuat Marshelina terpuruk, hal itu justru menjadi pecut semangat Marshelina untuk bisa berprestasi melebihi temantemannya.
”Kalau di kelas biasa, sering di bully, itu sudah jadi makanan setiap hari. Karena sering di bully jadi ingin buktikan dengan prestasi,”tuturnya.