BEJAT!!! Perkosa 12 Santriwati, Tujuh Hamil, Melahirkan 9 Anak, Dua Masih di Kandungan

Ilustrasi pencabulan
Ilustrasi. (dok/Jawa Pos)

Pada prinsipnya Thobib mengatakan Kemenag menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang yang telah menjadi ranah hukum. Pasalnya setiap warga negara memiliki hak mendapatkan perlindungan dari negara. Dia menegaskan Kemenag, dalam hal ini Kanwil Kemenag Jawa Barat, ikut terlibat dalam penanganan kasus yang terbongkar sejak sekitar enam bulan lalu itu.

“Di antara penanganannya, bersama Polda Jabar sepakat untuk menutup atau membekukan kegiatan belajar mengajar di Pesantren Tahfidz tersebut,” jelasnya. Sampai sekarang tidak difungsikan sebagai tempat atau sarana pendidikan. Baik itu pesantren maupun pendidikan kesetaraannya.

Bacaan Lainnya

Kemudian dari kesepakatan bersama, seluruh siswa dikembalikan ke daerah asal siswa. Kemudian layanan pendidikannya dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yg ada di daerah masing-masing. Lalu siswa yang menjadi korban dengan difasilitasi oleh Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan (FKPPS) di daerah masing-masing. Kemenag juga berkoordinasi soal status ijazah para santriwati.

Baca Juga :  Tak Kuat Menahan Libido, Sopir Truk Nyaris Perkosa Siswi SMA

Berkaitan dengan persoalan tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua LPSK Livia Istania Iskandar meminta Pemerintah Daerah Jawa Barat memberi atensi lebih. Itu penting lantaran para korban masih di bawah umur. ”Contohnya masalah pendidikan, tentunya kebutuhan tersebut perlu diperhatikan,” terang Livia.

Instansinya, lanjut dia, ingin memastikan bahwa seluruh korban tetap mendapat hak untuk melanjutkan dan meneruskan sekolah. Di samping hak, dia menilai sejak awal para korban masuk pesantren untuk belajar. Sehingga niatan itu harus terus dijaga. Dia tidak ingin mereka putus sekolah akibat kasus tersebut. Dorongan itu juga disampaikan oleh LPSK lantaran mereka mendapati ada korban yang ditolak masuk sekolah.

Karena itu, Livia menyatakan, perlu upaya khusus dari Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk memastikan para korban tidak ditolak masuk sekolah. Pihaknya tidak ingin para korban mendapat stigma negatif dari masyarakat. Sebaliknya, mereka butuh dukungan penuh dari masyarakat.



Pos terkait