Ketika diperiksa lebih mendalam, MP akhirnya mengakui kartu itu palsu. Dari pengembangan polisi, SFH ikut diciduk.
Gultom menambahkan, MP dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman enam tahun penjara. Sementara SFH, diancam hukuman penjara 12 tahun sesuai Pasal 51 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Gultom mengungkapkan, SFH baru tiga kali membuat sertifikat vaksin palsu. Pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kemungkinan adanya pengguna lain. ”Kami akan tegakkan aturan. Jangan memalsukan dan jangan main-main,” tegasnya, seraya menambahkan, SFH membuat kartu vaksin menggunakan komputer dan belajar secara otodidak.
Sementara itu, MP mengaku menggunakan kartu vaksin palsu itu untuk kepentingan KKN. Hal itu juga dilakukan lantaran sulitnya mendapatkan vaksin.
”Saya sudah berusaha mencari dan mendapatkan vaksin, tetapi tidak ada. Karena terdesak, saya mencari alternatif lain. Makanya dalam pikiran saya, yang penting ada. Tidak tahunya malah seperti ini. Saya menyesal,” ucapnya sambil menunduk. (daq/ign)