Sementara itu, Johny Tangkere mengatakan, miras yang diperbolehkan dijual di Kotim hanya khusus golongan A. Itu pun harus mengantongi izin dan hanya boleh dijual di tempat yang sudah ditentukan, seperti restoran, rumah makan, dan karaoke yang jauh dari tempat ibadah, sekolah atau tempat pendidikan dan kantor.
”Warung tidak boleh menjual minuman keras. Sanksi dalam perda sudah berat. Apalagi kalau oplosan. Sanksinya denda sampai Rp 10 miliar. Kalau melanggar undang-undang tentang pangan, maka hukumannya pidana umum. Perda kita cukup lengkap. Tinggal aparat penegak hukum menindaklanjutinya,” tegas Johny.
Di sisi lain, banyak pihak mendorong Irawati menjadi pionir penertiban miras di Kotim. Sebab, selama ini penjualan miras dinilai sangat bebas seolah tak tersentuh Pemkab Kotim bersama aparat terkait. Irawati dianggap mampu memberantas hal itu karena sosok perempuan terkenal anti dengan miras yang merusak kehidupan sosial masyarakat.
”Tapi kami berharap razia selanjutnya jangan bocor lagi. Kalau bisa, tim dirampingkan. Hanya orang tertentu saja yang tahu supaya tidak terulang kejadian seperti ini,” ujar Arifin, warga Arifin yang tinggal di sekitar toko miras tersebut.
Apalagi, kata dia, banyak pihak yang selama ini membekingi usaha miras. Oknum tersebut menjadi kaki-tangan pengusaha miras tersebut. ”Yang jelas kami tetap mendukung Wabup turun lagi dan kami masyarakat siap diajak bersatu melawan miras ini,” tandasnya. (ang/rm-106/ign)