Sesuai Pasal 13 dalam kasusnya perbuatan dan tingkah lakunya terhadap seseorang atau orang lain yang telah memberi malu, merusak nama baik, mengancam, oleh seseorang terhadap orang lain pria atau wanita atau terhadap barang kepunyaan orang lain dikenakan sanksi ancaman hukum sala basa sebesar 15-30 kati ramu.
Terlapor juga dikenakan Pasal 96 yang dijelaskan dalam ungkapan belum bahadat yang diartikan sebagai ungkapan yang lebih dominan bagi orang suku Dayak. Dapat dikatakan bahwa ungkapan ini merupakan kunci positif nilai kepribadian tradisional warisan asli daerah warisan turun temurun yang meliputi ruang lingkup perikehidupan arti kemanuasian dalam arti fisik, mental, dan spritual.
Dalam uraian tersebut, Pandawa mengambil beberapa pertimbangan yang meringankan terlapor. Pandawa menuntut agar majelis sidang perdamaian adat DAD memeriksa dan mengadili pelanggaran adat oleh melanggar pasal hukum adat sanksi adat Pasal 13 sebesar 30 kati ramu dan sanksi adat Pasal 96 sebesar 1500 kati ramu. Sehingga total 1.530 kati ramu. Untuk diketahui, satu kati ramu jika dalam nominal uang ditetapkan sebesar Rp 250 ribu.
“Pandawa memohon kepada Majelis Karapatan Mantir Basara Hai untuk memutuskan singer adat dayak terhadap pelanggar yakni dengan memberikan singer denda adat sesuai Pasal 13 sebesar 30 kati ramu, menangung biaya upacara perdamaian adat sebesar 100 kati ramu, membayar denda adat Pasal 96 sebagai tanggung jawab etika, moral kesopanan, dengan membayar 1500 kati ramu, meminta terlapor Johny meminta maaf kepada Wabup Kotim baik secara langsung maupun meminta maaf lewat media dan tunduk pada Perda Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pengawasan Minuman Beralkohol di Kotim,” kata Firdaus dalam tuntutannya.
Lebih lanjut, Wawan Embang menyampaikan hasil putusan Majelis Hakim Kerapatan Mantir Basara Hai dan Let Perdamaian Adat Dayak Kotim Nomor 283/MHKMBH-KOTIM/PTS/IX/2021 tentang perkara perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Johny Winata selaku pengusaha miras Toko Cawan Mas terhadap Wabup Kotim.