Wim juga mengkritik selisih harga Pertamax dan Pertalite yang cukup jauh. ”Kita lihat, Pertamax 92 dan Pertalite sangat jauh selisihnya. Pertamax sekitar Rp 13 ribu dan Pertalite sekitar Rp 7.650. Rentang harga yang terlalu jauh ini yang dimungkinkan dimaanfaatkan oleh oknum untuk mengambil keuntungan. Jangan heran Pertalite langka,” ujarnya.
”Masukan saja dengan pemerintah, kalau bisa jangan terlalu jauh rentang harganya. Karena ini bisa dimanfaatkan oknum untuk mencari keuntungan melalui pelangsir,” tambahnya.
Dia juga mempertanyakan apakah Avtur mengalami kenaikan atau tidak. Pasalnya, Wim mengamati harga tiket pesawat mengalami kenaikan. Penerbangan Sampit-Jakarta yang biasanya berkisar Rp 800 ribu – Rp 1,2 juta, naik menjadi Rp 1,7 juta – Rp 2 juta.
Kesulitan memperoleh solar juga dialami petani di Kecamatan Kotabesi. Sebanyak 20 kelompok tani mengeluhkan sulitnya mencari solar.
Camat Kotabesi Gusti Mukafi mengatakan, ada 36 hektare lahan pertanian ditanami padi dan tanaman lain di Desa Bajarum. Dua hari lalu, 20 kelompok tani ingin mengadakan demo membawa handtraktor ke SPBU terdekat, karena dalam beberapa bulan terakhir sulit sekali memperoleh BBM solar.
”Satu handtraktor itu hanya menghabiskan 5 liter per hari, maka dapat dikalkulasikan kebutuhan petani 100 liter per hari. Itu saja SPBU kesulitan memberikannya,” ujar Gusti Mukafi.
Rencana demo bisa diredamnya. Kelompok tani diminta bersurat ke kecamatan. ”Saya redam. Saya minta ajukan surat ke kecamatan agar saya bisa tindak lanjuti dan tembuskan itu ke anggota DPRD Kotim dan Dinas Pertanian Kotim,” ujarnya.
Dia menegaskan, penyaluran BBM dan elpiji subsidi yang tidak tepat sasaran secara nyata dialami masyarakat. ”Ini bukan rahasia lagi. Subsidi dari pemerintah memang tidak tepat sasaran. Ada tangki yang sudah dimodifikasi semestinya 80 liter, bisa sampai 200 liter. Itu diketahui setelah ada kejadian kebakaran mobil. Ini menunjukkan pengawasan itu tidak berjalan. Tolong pengawasan itu agar lebih diperketat, jangan hanya teori saja diawasi TNI dan Polri. Ini sangat miris sekali. Ada banyak sekali masyarakat yang tidak mampu datang ke kantor kecamatan mengeluhkan susahnya memperoleh BBM solar. Semestinya mereka ini sasaran yang dimaksud pemerintah tetapi malah menjerit tak kebagian,” tegasnya.