Di sisi lain, Susiawati mengaku bingung dengan pemberitaan yang menyebutkan oknum guru mesum lolos jerat hukum. Pasalnya, perkara itu memang belum diproses secara hukum.
”Korban belum melapor ke pihak yang berwajib dan pelaku belum diproses secara hukum. Hanya memang masalah ini berdampak terhadap dunia pendidikan,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, apabila ada pihak yang merasa keberatan oknum guru masih dipekerjakan, menurutnya, dikembalikan pada keputusan bersama. ”Kalau orang tuannya keberatan jangan ditutup-tutupi,” ujarnya.
Dia melanjutkan, kepala sekolah terkait juga telah menjalankan prosedur. Oknum guru tersebut memang tidak bisa begitu saja diberhentikan. ”Sesuai aturan, kepala sekolah harus lapor ke Disdik Kotim dan yang memutuskan tenaga kontrak, bukan kepala sekolah, tetapi kewenangan Bupati melalui BKPSDM yang diketahui Disdik Kotim,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Susi akan memanggil kepala sekolah yang bersangkutan. ”Saya hanya konfirmasi persoalan ini lewat telepon. Saya tidak mau hanya laporan tertulis. Saya mau ketemu dan panggil kepala sekolahnya agar lebih jelas. Dalam minggu-minggu ini saya pastikan sudah ada keputusan,” tegasnya.
Menurutnya, tindakan asusila yang dilakukan seorang guru dapat merusak dunia pendidikan. ”Disdik menjalankan program sekolah aman, ternyata di dalam sekolahnya terjadi hal seperti ini. Ini tidak bisa dibiarkan dan harus kita waspadai,” katanya.
Sementara itu, mengacu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yang disahkan 12 Mei lalu, pelaku pencabulan seperti yang dilakukan oknum guru tersebut bisa dijerat secara pidana meski korban tak melapor ke polisi. Pasalnya, korban dalam perkara itu merupakan anak di bawah umur. Artinya, aparat penegak hukum bisa memproses meski perkaranya sudah dimediasi.
Dalam Pasal 5 disebutkan, setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.