Gagalnya Aspirasi Penghapusan Subsidi BBM Masuk Rekomendasi Dewan

demo sopir truk desak hapus bbm subsidi
AKSI DAMAI: Ratusan sopir angkutan saat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kotim, mendesak penghapusan BBM subsidi jenis solar, Selasa (23/8). (RADO/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Desakan penghapusan subsidi terhadap bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang digaungkan ratusan sopir angkutan dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Kalimantan Tengah tak masuk rekomendasi DPRD Kotim. Para sopir tersebut kurang puas terhadap respons wakil rakyat menyikapi keluhan pihaknya.

”Masih kurang, karena belum sampai tujuan untuk menghapus subsidi, dan ini akan kami rapatkan tindak lanjutnya,” kata Sekretaris DPW ALFI Kalteng Budi Hariono, Selasa (23/8).

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Rekomendasi yang dikeluarkan DPRD Kotim terkait aksi para sopir tersebut, di antaranya penyaluran BBM bersubsidi perlu ditinjau kembali; penyelewengan BBM subsidi segera ditindak dari oknum tidak bertanggung jawab; masyarakat dan semua pihak ikut menjaga agar tidak ada antrean lagi di SPBU Kotim bagi penimbun dan pelangsir; dan Pertamina harus memberikan sanksi tegas pada SPBU yang melanggar aturan.

Budi menuturkan, tidak menutup kemungkinan para sopir yang tergabung dalam ALFI akan melakukan mogok massal terkait tuntutan pihaknya. ”Lihat saja armada kami. Hari ini (kemarin, Red) dari pelabuhan semuanya tidak ada yang bekerja. Mereka menghargai ini,” ujarnya.

Baca Juga :  Nestapa Warga Pedalaman, BBM Makin Mahal, Sulit Didapat

Dalam aksi yang dilaksanakan di depan Kantor DPRD Kotim tersebut, Budi mengatakan,  beberapa tahun ini pihaknya sebagai pelaku angkutan logistik, kesulitan mendapatkan BBM subsidi di seluruh SPBU yang dinaungi Pertamina, khususnya solar.

”Untuk dapat BBM subsidi, sopir kami harus mengantre dalam waktu lama. Berhari-hari. Paling cepat satu hari lebih dan kami harus mengeluarkan biaya parkir yang mahal serta biaya lainnya. Distribusi barang menjadi lambat, sehingga berdampak pada terjadinya inflasi di Kotim,” ujarnya.

Bahkan, menurutnya, 50 persen pihaknya kehilangan produktivitas kerja karena masalah tersebut. Selain itu, kebugaran sopir juga menurun akibat mengantre terlalu lama, sehingga terjadi rawan kecelakaan.

”Maka itu kami memilih solar nonsubsidi, karena memikirkan efisiensi waktu dan lebih berguna untuk distribusi barang kebutuhan masyarakat. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, kami mendesak pemerintah meninjau dan menghitung kembali harga jual subsidi,” tegasnya.



Pos terkait