”Selain gedung induk dan halaman taman yang luas, gedung BI juga memiliki fasilitas lainnya seperti perumahan dan olahraga,” tambahnya lagi.
Gumarang menambahkan, ditutupnya gedung BI dinilai tidak objektif dari sisi indikator ekonomi serta tak punya nilai manfaat. Keberadaan gedung yang berada di tengah Kota Sampit, pernah menjadi kebanggaan masyarakat Kotim di masa lalu.
”Gedung BI jadi saksi sejarah kejayaan ekonomi di Kotim. Tapi, kini hanya menjadi sebuah kenangan, karena diduga tergerus oleh kebijakan yang subjektif sehingga berdampak menghambat percepatan ekonomi dan dunia usaha untuk mendapatkan fasilitas keuangan dan perbankan untuk mendukung keberadaan keunggulan komparatif,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Kotim dapat berperan meningkatkan kontribusi PDRB di Kalimantan Tengah. Apalagi kalau BI dioperasionalkan kembali, jelas akan ada lonjakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kotim akan meroket
Dari kebutuhan transaksi keuangan in flow dan out flow menurut data BI perwakilan Palangka Raya, Kotim lebih mendominasi, yaitu 43%, Kotawaringin Barat 32% atau berjumlah 75%, dan sisanya 25% untuk Palangka Raya dan kabupaten lainnya.
”Begitu pula dengan Produk Domestik Regional Broto (PDRB). Dilihat dari data statistik, kontribusi Kotim 17% jauh lebih besar dibanding Palangka Raya dan kabupaten lainnya di Kalteng,” tandasnya. (hgn/ign)