“Saat ini lagi menyemai, kami upayakan ada rotasi, jadi setiap hari atau paling tidak setiap minggu ada panen,” tambahnya.
Benih sayuran biasa dipesan di Jawa atau beli di toko pertanian yang ada di Sampit. Ada lima nampan sebagai tempat untuk menyemai beni. Dalam satu nampan sebanyak 450 benih yang disemai.
“Benih dijemur setiap hari dan disiram apabila sudah kering. Apabila sudah muncul daun sejati, maka bibit sudah bisa dipindahkan ke tempat hidroponik. Tapi kalau gagal biasanya kami lakukan sulam tanaman, biasanya berhasil, dan sudah bisa dipindahkan ke netpot,” tandasnya.
Untuk pembasmi hama, warga binaan memanfaatkan bahan alami. Seperti untuk pembasmi kutu pada selada, menggunakan tembakau. Sedangkan untuk ulat daun, menggunakan rendaman air kulit bawang merah dengan cara menyemprotkannya pada tanaman.
Kepala Seksi Bimbingan Narapidana Anak Didik dan Kegiatan Kerja Lapas Kelas IIB Sampit Saiful menjelaskan, media budidaya hidroponik menjadi salah satu program pembinaan kemandirian yang dikelola langsung oleh WBP dengan pengawasan petugas Lapas Sampit.
“Tidak hanya sebagai program pembinaan, budidaya sayuran dengan sistem hidroponik ini merupakan gagasan guna memanfaatkan lahan kosong di halaman belakang Lapas Sampit untuk menjadikannya lahan produktif,” ujar Saiful.
Dirinya bersyukur kemandirian dari sektor pertanian yang dilakukan warga binaan Lapas Sampit mendapatkan respon yang baik dari pihak swasta. Pihaknya berharap perhatian yang sama juga bisa ditunjukkan oleh pemerintah daerah.
“Mungkin ada perhatian dari pemerintah daerah, misalnya untuk bibit sayuran atau lainnya untuk mendukung keterampilan warga binaan di Lapas Sampit,” ucapnya.
Saiful merasa bangga dengan apa yang telah dilakukan oleh warga binaan Lapas, karena sayuran yang dirawat bisa dipasarkan keluar Lapas.
“Respon dari mereka sangat agus dan tidak ada keluhan. Jadi kalau masyarakat pernah ke kafe, dan makan kebab itu sebagian hasil dari pembudidayaan yang dilakukan oleh warga binaan kami,” ujarnya.