Asal usul tanah milik orang tua penggugat tersebut berasal dari kelompok tani koperasi Bhakti Karya Sampit Permai yang digarap orang tuanya sendiri sebagai kelanjutan pembagian pembukaan kaplingan tanah dari Riduan Lesa (almarhum).
Pada 2017, orang tua penggugat meninggal dunia. Setelah itu mulai timbul permasalahan tanah milik penggugat dengan sertifikat tersebut telah diakui oleh Djoko Sumantri.
Selain itu, pada 2020, di atas tanah penggugat berdiri bangunan rumah yang dilakukan oleh tergugat II yang mengaku telah membeli bidang tanah tersebut dari Djoko. Penggugat menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menuntut kerugian sebesar Rp 2 miliar rupiah serta meminta hakim mengabulkan gugatannya.
Selain itu, menghukum tergugat secara tanggung renteng sebesar Rp 1 juta sebagai uang paksa setiap harinya bila mereka lalai melaksanakan isi putusan tersebut. (ang/ign)