Pihak pondok pun menerima dengan tangan terbuka apabila ada donatur yang memberikan makanan ataupun minuman untuk para santri berbuka puasa.
Kehidupan santri di bulan Ramadan ini sejatinya tidak jauh berbeda dari hari-hari biasanya. Mereka tetap dibangunkan pukul 03.00 WIB untuk salat malam dan sahur.
Lalu, selepas Subuh, kegiatan mengaji kembali dimulai. Bahkan pada Jumat pagi, mereka menambah dengan pembacaan Dalail Khairat. Sedangkan setiap malam Senin dan Rabu, pondok dihangatkan dengan lantunan Burdah dan Maulid Habsyi, tradisi yang terus dijaga untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Uniknya, meski berada di pondok, para santri tetap disiplin dengan kewajiban berbahasa Arab setiap hari Jumat. Ini menjadi salah satu ciri khas Al-Marhamah dalam menjaga atmosfer belajar tetap hidup, meski di tengah Ramadan.
Sementara itu, bagi santri yang sudah lebih dulu pulang, kegiatan belajar tetap berjalan daring. Mereka mengikuti pengajian online dan wajib mengisi lembar monitoring aktivitas Ramadan yang dipantau langsung oleh orang tua masing-masing.
”Rindu sih pasti sama keluarga, apalagi saat sahur atau buka puasa. Tapi ini juga momen spesial. Gak semua orang bisa merasakan Ramadan terakhir di pondok sebelum lulus,” ucap Luthfi, salah satu santri di pondok tersebut.
Ramadan tahun ini menjadi kenangan tersendiri bagi para santri kelas akhir Al-Marhamah. Ramadan yang mungkin terasa sepi, namun penuh arti. Ramadan terakhir sebelum melepas status sebagai santri, sebelum mereka melanjutkan pendidikan di luar pondok atau kembali pulang dan mengabdi di masyarakat.
Karena bagi mereka, pondok bukan hanya tempat belajar. Pondok adalah rumah kedua, tempat di mana doa-doa tumbuh, ilmu berkembang, dan kenangan manis bulan suci Ramadan tak pernah terlupakan. (***/ign)