Jadi Tersangka Korupsi Pabrik Tepung Ikan, Mantan Kepala Dinas Ini Sementara Belum Ditahan

ilustrasi korupsi
Ilustrasi Korupsi

PANGKALAN BUN, radarsampit.com – Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah akhirnya mengungkap ke publik siapa tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan Pabrik Tepung Ikan di Desa Sungai Kapitan, Kecamatan Kumai.

Tersangka dalam kasus tersebut berinisial Rs yang merupakan mantan Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kobar dulu disebut sebagai Dinas Perikanan dan Kelautan.

Bacaan Lainnya

Penetapan ini dilakukan setelah Tim Penyidik Seksi Tindak Pidana Khusus menemukan bukti kuat adanya penyimpangan pengelolaan pabrik yang pembangunannya didanai oleh Pemerintah Pusat terjadi pada tahun 2017.

Kajari Kotawaringin Barat, Johny A. Zebua mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-01/0.2.14/Fd.2/01/2025 tertanggal 21 Januari 2025.

Sedikitnya ada 17 saksi serta melibatkan satu ahli hingga menetapkan Rs sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B-1/0.2.14/Fd.2/02/2025 tertanggal 18 Februari 2025.

Baca Juga :  Tak Sanggup Dicereweti Mertua, Suami Ancam Pisah

Dari penyidikan menyebutkan bahwa tersangka Rs dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab dalam kasus proyek pabrik tepung ikan di Desa Sungai Kapitan, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat pada 2017 silam.

“Pada tanggal 18 Februari (hari ini) kita tetapkan sebagai tersangka. Namun yang bersangkutan masih belum kita tahan,” ungkap Kajari.

Beberapa alat bukti yang di kumpulkan meliputi keterangan saksi yang berjumlah 18 orang. Termasuk saksi ahli juga sudah dimintai keterangan untuk memperdalam kasus ini. Selain itu bukti kuitansi juga diamankan pihaknya untuk melengkapi berkas perkara.

Kerugian dalam kasus ini, sebesar Rp 250 Juta. Uang itu merupakan setoran yang diberikan salah satu calon koperasi yang dimintai sejumlah uang oleh tersangka.

“Dalam kasus ini, sementara hanya pintu masuk saja, kami menduga masih ada potensi penyimpangan lain dalam proyek pembangunan fisik dan pengadaan alat didalam pabrik tepung tersebut yang didanai oleh APBN senilai Rp 5,4 Miliar pada masa itu,” ungkap Johny.

Tindakan tersebut dianggap melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.



Pos terkait