Jaringan Kuat Sindikat Maksiat, Bisnis Haram Perdagangan Orang di Kalteng

hal 1 pelacuran
Ilustrasi

Dari pengakuan korban pula, terungkap para pelaku bisnis prostitusi saling berkait antardaerah. Korban bisa pindah wilayah lokasi prostitusi dari Kotim ke Kobar. Tepatnya di Desa Dawak, Kecamatan Kotawaringin Lama.

Di Kobar, korban jatuh ke tangan muncikari yang kerap dipanggil Mami Tya. Hidupnya tak berubah. Justru kian gelap. Eksploitasi terhadap tubuh dan kemanusiaannya kian menjadi. Selama tiga hari, korban dipaksa melayani sepuluh pria dengan tarif Rp300 ribu sekali berhubungan.

Bacaan Lainnya

Pengakuan korban juga menyingkap dugaan ada oknum pemerintahan maupun pihak berwenang yang terlibat dalam bisnis haram itu. Masih mengacu keterangan Kasatreskrim Polres Kobar, menurut korban, dia dan bosnya, Mami Tya, tiba-tiba harus pergi ke Pangkalan Bun. Sebabnya, ada informasi bahwa di lokasinya kerja bakal ada razia.

Dari sejumlah reportase razia ke lokasi prostitusi yang kerap diikuti Radar Sampit, kegiatan semacam itu rata-rata dilakukan dadakan. Informasi razia hanya diketahui petugas yang ikut dalam rombongan, termasuk wartawan yang meliput kegiatan. Sebagian besar hasilnya nihil ketika melibatkan banyak pihak, karena bocornya informasi yang diduga disampaikan oknum pada pelaku bisnis prostitusi.

Baca Juga :  Pantai Citra Sukamara Terus Dipoles

Kepergian korban ke Pangkalan Bun menjadi awal pintu kebebasannya. Dia berhasil lolos dari pengawasan muncikari saat menginap di sebuah hotel dan pergi melapor ke Polres Kobar. Polisi langsung bergerak meringkus sang mami.

Perkara TPPO yang menyeret korban serupa dengan yang diungkap Polda Kalteng sembilan bulan sebelumnya. Pada 10 September 2022, Polda Kalteng menggerebek eks lokalisasi Pal 12 Sampit.

Seorang muncikari diamankan praktik perdagangan manusia itu, yakni Kh (53). Perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur. Polisi juga mengamankan dua PSK masih di bawah umur, YY (16) dan ZZ (15), serta 12 wanita penghibur lainnya.

Pola perekrutan yang disampaikan korban di Polres Kobar, tak ada perubahan. Sejumlah korban di Sampit juga terjebak dengan cara yang sama; melalui tawaran pekerjaan di media sosial. Impitan ekonomi jadi alasan korban bersedia menerima tawaran pekerjaan yang jauh dari tanah kelahirannya.



Pos terkait