Kebijakan Jam Malam Ini Malah Membuat Pelaku Usaha Kebingungan

jam malam
RAZIA PROKES: Petugas Polsek Ketapang mengimbau salah satu kafe agar patuh terhadap jam operasional, Sabtu (3/7) malam lalu. (FOTO: FAHRY/RADAR SAMPIT)

Lebih lanjut Faisal mengatakan, pada Sabtu (26/6) lalu, kedainya dikunjungi Bupati Kotim Halikinnor. Dia sepakat mematuhi arahan Bupati yang masih memikirkan pelaku usaha yang berjuang bertahan menjalankan usaha di tengah Covid-19.

”Sabtu minggu lalu Pak Bupati ada berkunjung. Beliau meminta agar kafe tutup jam 10 malam. Lewat dari itu silakan buka asalkan melayani pelanggan tidak boleh makan minum di tempat,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Kendati demikian, aturan Bupati yang sempat membuat lega pelaku usaha tiba-tiba berbeda dengan yang disampaikan aparat TNI dan Polres Kotim saat patroli. ”Setelah itu, di hari-hari berikutnya ada kedatangan lagi dari anggota TNI dan Polres Kotim, untuk sekadar mengingatkan agar mematuhi tutup jam 21.00 WIB,” ujarnya.

Aturan itu berbeda dengan penyampaian Bupati Kotim. ”Karena itu, kami tetap butuh surat edaran agar jelas. Kami pelaku usaha tidak dibuat bingung,” ujarnya.

Di samping itu, dia juga mengkritisi patroli yang dilakukan umumnya hanya dipantau di jalan-jalan utama. ”Bukan kami ini berburuk sangka. Yang jadi masalahnya, apakah patroli juga dilakukan di jalan dalam kota. Kedai, kafe, angkringan kan juga banyak di pinggiran kota dan gang. Apakah itu kepantau atau tidak, kami kurang tahu,” katanya.

Baca Juga :  Tersangka Kasus Karhutla di Kobar Terancam 12 Tahun Penjara

Dalam hal penerapan prokes, pihaknya mengaku menjalankan aturan dengan ketat. Seperti penyediaan wadah cuci tangan, membatasi jumlah pelanggan pada setiap meja. ”Total meja ada delapan. Biasanya satu meja bisa diisi 5-6 pelanggan, selama Covid-19 dua meja disatukan dan hanya boleh diisi 4 orang untuk menjaga jarak antar pelanggan,” ujarnya.

Dirinya berpandangan, dimasa pandemi Covid-19 pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya sudah waktunya berdamai dengan keadaan. Meski hal itu sulit dan bisa saja menurunkan omset, bahkan mengancam kelangsungan usaha. Hal itu tetap menjadi tantangan bagaimana caranya agar para pelaku usaha tetap eksis bertahan.

”Saya punya pandangan lain, bahwa mungkin sudah saatnya seperti di kota-kota lain, kondisi saat ini nongkrong tak harus nunggu malam, tetapi siang juga bisa,” ujarnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *