Keteguhan Hati Pedagang Pentol Bundaran Pancasila

Mengais Rezeki di Tengah Penyekatan PPKM Level 4

PPKM level 4 pedagang pentol
MENGAIS REJEKI: Siti Nurjanah, di tengah penyekatan PPKM level 4, ia memilih untuk tetap berjualan, meski pedagang lainnya memutuskan tidak menggelar dagangannya, Sabtu (14/8). (SULISTYO/RADAR PANGKALAN BUN)

Pedagang Kali Lima (PKL) di Taman Kota Bundaran Pancasila biasanya begitu ramai. Namun sejak pemberlakuan penyekatan jalur di belasan titik jalan dalam masa PPKM level 4, nyaris semuanya tak ada lagi, saat ini hanya satu pedagang yang masih tersisa. Dialah Siti Nurjanah pedagang pentol.

KOKO SULISTYO, Pangkalan Bun

Bacaan Lainnya
Gowes

Malam itu belum begitu larut, tapi udara dingin telah menusuk tulang lantaran sore hari Kota Pangkalan Bun diguyur hujan. Terlihat di kejauhan seorang perempuan paruh baya masih setia menjaga gerobak berisi dagangan pentol. Tidak seperti biasanya, lapak jualannya sepi tak ada satupun pembeli yang menghampiri.

Wajar saja, lima akses jalan menuju tempat ia mengais rezeki sejak pukul 18.00 WIB menjadi jalur penyekatan, baik itu dari arah HM Rafi’i, Jalan Pemuda, Jalan Malijo, Jalan Iskandar dan Jalan menuju Desa Pasir Panjang.

Meski ditutup, ia masih menyimpan asa untuk mengais rejeki kala penyekatan dibuka pukul 21.00 WIB. Siti Nurjanah tidak patah arang, padahal sejak 5 Agustus 2021 ia selalu merugi, dagangannya tak pernah habis seperti sebelum masa penyekatan. Ia baru menggelar dagangannya pukul 16.00 WIB dan harus terima dengan penyekatan pada pukul 18.00 WIB.

Baca Juga :  Palangka Raya Hasilkan 150 Ton Sampah Per Hari, TPA Hanya Mampu Menampung Beberapa Tahun Lagi

Saat dihampiri senyum perempuan mungil itu terlihat sumringah, matanya berbinar, dengan ramah menyapa dan tangannya cekatan membuka tutup panci besar berisi bermacam varian pentol.

Kepada Radar Sampit ia mengaku pasrah dengan keadaan di masa pandemi Covid-19, meski berbagai kebijakan menghantam sektor usahanya namun perempuan itu tidak pernah menyalahkan pemerintah.

Ia mengaku kehilangan pundi-pundi rupiah selama penyekatan seluruh akses menuju Taman Kota Bundaran Pancasila. Bahkan, dalam sehari ia hanya membawa uang Rp100 ribu.

Hasil jualannya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, tidak ada lagi yang tersisa untuk ditabung guna mencukupi setoran kontrak rumahnya.

“Betul mas, sejak ada penyekatan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, padahal saya harus menabung untuk membayar kontrakan, saya pasrah tetapi tidak putus asa,” ujarnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *