Ladang Cuan Perampas Lahan, Mafia Tanah Bermodal Verklaring Palsu Disinyalir Masih Marak

men gumpul
DIDUGA PALSU: Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Men Gumpul memperlihatkan dokumen verklaring diduga palsu di kantornya, Jumat (3/2). (DODI/RADAR SAMPIT)

”Mereka itu dulunya bersengketa dengan verklaring dan saling gugat. Namun, kelihatannya sekarang sudah bagi kavling dari antarmereka saling berpolemik. Verklaring yang ada itu semua berbenturan dengan SHM (sertifikat hak milik, Red) yang sudah secara sah dikeluarkan pemerintah,” tegasnya.

Man Gumpul berpendapat, modus verklaring sering muncul dalam persoalan tanah lantaran mudah mengklaim lahan orang lain, lalu mengatas namakan adat. Hal itu untuk membuat pihak lain segan menghadapinya.

Bacaan Lainnya
Gowes

”Di Palangka Raya ini sebenarnya tidak ada tanah atau lahan adat di tengah kota yang dulunya di tengah hutan. Verklaring ini mulai muncul setelah kerusuhan 2001 lalu. Sebelumnya tidak ada pengakuan. Bahkan, ada juga verklaring muncul agar masyarakat bisa menerima ganti rugi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, verklaring berasal dari bahasa Belanda dan tidak menjadi alas hak setelah Undang-Undang Agraria berlaku. Surat verklaring biasanya diterbitkan di kawasan pinggiran sungai, anak sungai, atau danau.

Baca Juga :  KPK dan Polri Kaji Laporan PPATK Perihal Transaksi Mencurigakan Jelang Pemilu

”Itu pun tidak sampai ratusan hektare. Veklaring  yang dikeluarkan Pemerintah Belanda dahulu di daerah Pulpis dan Kapuas,” katanya.

Terpisah, Ode Sawal, korban terduga mafia tanah Madie Goening Sius berterima kasih pada kepolisian telah membongkar praktik mafia pertanahan di kawasan Jalan Hiu Putih. Dirinya bersama ratusan pemilik resmi tanah di kawasan tersebut bisa kembali memiliki lahan yang sudah memiliki SHM yang diperoleh dengan cara dicicil saat dirinya dan korban lain menjadi pegawai.

”Tanah itu dibeli dengan cara dicicil melalui koperasi. Bahkan, kami sudah memiliki SHM. Semoga kepolisian tegak lurus untuk terus memberantas mafia tanah,” ujarnya.

Dia menambahkan, persoalan di kawasan Jalan Hiu Putih-Badak-Banteng terjadi setelah kerusuhan 2001 silam. Sejumlah pihak langsung mengklaim kawasan dimaksud miliknya. Sebelum tersangka, di lokasi tersebut ada pria berinisial S yang juga mengaku lahan itu miliknya dengan menunjukkan verklaring dan dokumen tanah lain.

”Sebelum tersangka ini ada juga yang sudah mengklaim dengan verklaring. Namun, beriring waktu pria itu mundur dan ternyata tersangka muncul dengan mengklaim menggunakan verklaring juga,” katanya.



Pos terkait