Lokasi Buruh-Buruh yang Dihabisi di Kalteng saat Penumpasan PKI

Jejak Pembantaian Anggota Partai Terlarang di Kalteng (5)

cover radar sampit perburuan partai terlarang
Cover Radar Sampit edisi operasi penumpasan PKI di Kalteng puluhan tahun silam, terbit 30 September 2014. (Muhammad Faisal/Radar Sampit)

Meski demikian, lokasi persis tempat eksekusi itu tak diketahui pasti. Tak ada permukiman warga di lokasi itu, hanya lahan kosong yang ditumbuhi pohon dan ilalang. Di sepanjang jalan itu hanya ada beberapa bangunan yang didirikan warga di pinggir jalan. Itu pun dibangun jauh setelah peristiwa itu terjadi.

Sebagian buruh yang mengerjakan ruas jalan Palangka Raya–Tangkiling juga diduga ada yang ditangkap dan dibunuh, sebagian lainnya menyembunyikan diri. Ruas jalan sepanjang sekitar 34 kilometer itu dibangun sejumlah insinyur Rusia. Ratusan tenaga buruh dari Jawa dikerahkan bersama puluhan buruh lokal.

Bacaan Lainnya

Awalnya, pembangunan jalan yang dimulai sekitar tahun 1960-an itu dirancang sepanjang 175 meter menuju Sampit, Kotawaringin Timur. Akan tetapi, setelah pecahnya peristiwa 30 September, langsung terhenti. Para insinyur Rusia (negara berpaham komunis yang dulunya bernama The Union of Soviet Socialist Republic) berupaya menyelamatkan diri. Beberapa di antaranya ada yang kembali ke negaranya.

Baca Juga :  Kotim Kian Nyaman di Puncak Klasemen Porprov Kalteng 2023

Mengutip tulisan yang dipublikasikan Nanang S Fadillah dari Kyiv, Ukraina, salah seorang insinyur Rusia yang ikut merancang jalan itu adalah Lena. Wanita lulusan Universitas Kazan, Rusia, tahun 1955 ini, bersama suaminya ikut mengerjakan jalan itu pada 1964.

Mereka diminta Kementerian Transportasi dan Pembangunan Uni Soviet untuk mengerjakan proyek kerja sama Indonesia – Uni Soviet itu. Setelah dua tahun menjadi salah satu otak pembangunan jalan di atas gambut serta jembatan dan saluran air di Tangkiling, pada November 1966, para insinyur Soviet diberitahu bahwa mereka harus meninggalkan Kalimantan secepatnya karena terjadinya perubahan politik di Indonesia.

Lena pun bergegas kembali, sementara suaminya masih sebulan kemudian bertolak karena perlu menyelesaikan berbagai hal berkenaan penutupan proyek. Sang suami berhasil kembali ke negaranya.

”Suasana perpisahan begitu mencekam, terutama bagi sang suami yang tinggal belakangan, meski Lena tidak menjelaskan detilnya. Pokoknya, nyaris terbunuh. Segala sesuatu yang berbau Soviet dan Rusia saat itu memang tidak lagi dianggap sebagai sahabat oleh Indonesia,” tulis Nanang.



Pos terkait