Nasional Baru Ribut soal Syarat PCR untuk Pesawat, di Kalteng Sudah Lama Berjalan

Syarat PCR untuk Pesawat
WAJIB PCR: Petugas KKP Kelas III Sampit saat memeriksa dokumen penumpang yang turun di Bandara Haji Asan Sampit, Sabtu (22/5) lalu.(HENY/RADAR SAMPIT)

JAKARTA – Penolakan terhadap tes RT-PCR sebagai syarat penerbangan terus bergulir. Rapid Antigen dinilai lebih praktis dan cost effective melihat fakta bahwa penularan Covid-19 di pesawat terbukti lebih rendah dari moda transportasi yang lain.

Kebijakan pemerintah pusat yang baru berlaku untuk Jawa-Bali tersebut banjir kritikan dari sejumlah kalangan. Di Kalteng sendiri, kebijakan itu tetap berjalan meski sempat dikeluhkan di awal penerapannya sejak April lalu. Di sisi lain, keluhan pengguna pesawat saat itu tak seheboh saat kebijakan yang sama diterapkan untuk wilayah Jawa-Bali.

Bacaan Lainnya

Epidemiolog dan Peneliti Pandemi Covid-19 dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan bahwa ada banyak contoh kejadian dimana tingkat penyebaran Covid-19 pesawat terbukti rendah.

Laporan yang dimuat dalam The New England Journal of Medicine (NEJM), diceritakan bahwa pada 1 Februari 2020 lalu, sebuah operasi penerbangan dilakukan oleh angkatan udara Jerman untuk mengevakuasi 126 warga negara Jerman dari Hubei, China.

Baca Juga :  Ratusan Mahasiswa Batal Pulang Kampung

Dari total 126 penumpang, 10 orang diisolasi karena kontak erat dan menunjukkan gejala. Namun hanya 2 orang yang positif Covid-19 setibanya di Jerman. Penelitian ini melaporkan hanya 1.8 persen tingkat infeksi dari 114 spesimen yang diambil.

Rendahnya tingkat penularan Covid-19 di dalam pesawat udara diantaranya disumbangkan oleh sistem filtrasi udara HEPA yang disuplai dalam kabin bertekanan selama penerbangan. Sistem sirkulasi udara ini dikatakan sama bagusnya dengan filter udara yang ada di rumah sakit rumah sakit.

Dicky mengatakan, bahwa jika merujuk pada menejemen pengendalian pandemi berbasis risiko, moda transofrmasi udara paling kecil risikonya. ”Risiko terjadinya klaster pesawat sangat kecil bahkan paling kecil dibanding moda transportasi lainnya,” kata Dicky, kemarin (24/10)

Dicky menyebut hepafilter di pesawat setara dengan sirkulasi udara 20 kali dalam 1 jam. Sehingga menurunkan potensi penularan. Belum lagi dengan adanya penerapan prokes yang ketat.

”(Risikonya,Red) Rendah, bahkan sebelum ada vaksin. Kalau semua prokes diterapkan ketika penuh sekalipun pesawatnya tidak terjadi itu klaster penularan meskipun ada penumpang yang terindetifikasi positif,” jelasnya,



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *