Dia menduga gas elpiji 3 kg yang dijual di pasaran Kota Sampit beratnya tak sampai 3 kg. ”Saya sampai mengecek regulatornya. Cek tabungnya, siapa tahu ada kebocoran, tetapi setelah dicek enggak kenapa-kenapa. Tapi, kenapa pemakaiannya jadi cepat habis dalam sebulan terakhir ini. Saya tanya penjual elpiji, juga menyadari beratnya sepertinya tidak sampai 3 kg. Mau protes ke mana? Penjualnya juga tahu menjual saja, tidak mengecek saat tabung gas datang,” ujarnya.
Abdina berharap pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap permainan harga gas elpiji dan segera mencari solusi atas kelangkaan gas subsidi yang sulit dicari di Kota Sampit.
”Banyak tabung dipajang, tapi isinya kosong. Harganya tak masuk akal. Mau beli di pangkalan selalu habis. Terpaksa beli di warung dengan harga yang dua kali lipat lebih mahal. Semoga saja pemerintah segera menindaklanjuti persoalan kelangkaan gas elpiji ini atau lebih baik dihapuskan saja subsidinya, terpenting timbangannya tidak dikurangi. Harganya lumayan mahal tidak apa-apa, asalkan barang mudah dicari,” ujarnya.
Pantauan Radar Sampit, warung eceran di Jalan Sukabumi rata-rata menjual gas elpiji di kisaran Rp 40 ribu – Rp 47 ribu per tabung. Pedagang eceran mendapatkan keuntungan sekitar Rp 5 ribu – Rp 10 ribu per tabung. Perbedaan harga yang beragam disebabkan harga yang ditawarkan dari pelangsir elpiji sudah dipatok dengan harga tinggi.
”Saya jual Rp 45 ribu, mengambil untung Rp 5.000. Dari orang yang menitipkan gas ke saya jualnya sudah di harga Rp 40 ribu. Ada lagi yang lebih mahal. Tetap dijual saja, dapatnya juga tak banyak. Kadang 5 tabung kadang datang 10 tabung,” ujar Suwarni, pedagang di Jalan Sukabumi.
Terpisah, Pemilik Pangkalan Usaha Dagang (UD) Asmawati di Jalan Muchran Ali mengatakan, gas elpiji 3 kg hanya dijatah 200 tabung dari Agen PT Haji Asmuni Nasrie. Tabung gas elpiji 3 kg biasanya didatangkan per 10 hari sekali dan kadang juga tak menentu.
”Elpiji 3 kg saya jual hanya untuk melayani tetangga sekitar saja. Dalam hitungan hari habis terjual,” ucap Asmawati.