Pelanggaran lain lanjutnya, hilangnya mata pencaharian masyarakat dan perubahan mata pencaharian. Hal itu lantaran keterpaksaan dalam memberikan lahan kepada perusahaan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian masyarakat seperti berladang dan mencari ikan. Selain itu terjadi juga pencemaran di sungai dan danau.
“Masyarakat kemudian terpaksa bekerja sebagai buruh sawit, dimana mayoritas di 7 desa ini hanya menjadi buruh harian lepas yang harus menghadapi masalah baru.Seperti upah rendah, tidak adanya jaminan keselamatan dan kesehatan, serta adanya keterbatasan hari kerja,” sebut Kartika.
Selain itu ungkapnya, masalah Corporate Social Responsibility (CSR) yang tidak jelas peruntukannya yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Juga tidak adanya pemberian plasma 20% atau kalaupun diberikan perusahaan meminta dilaksanakan di lahan baru di luar HGU. Artinya perusahaan bisa memperluas usahanya tanpa harus mengganti rugi, tetapi masyarakat yang akan menanggung biaya operasionalnya. Saat ini persoalan plasma sangat mengemuka,” paparnya.
Terkahir tambah Kartika, Kerusakan lingkungan. Hal itu lantaran peralihan lahan secara besar – besaran mengakibatkan hilangnya hutan dan hadirnya PBS serta Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengakibatkan pencemaran sungai dan danau Sembuluh.
Pencemaran sungai dan danau ini mengakibatkan semakin menurunnya jumlah ikan sehingga masyarakat menjadi susah untuk mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan untuk di jual. Pencemaran ini juga mengakibatkan gatal – gatal di masyarakat.
“Hilangnya hutan dan tingginya intensitas hujan juga berdampak pada munculnya bencana banjir besar berkali – kali pada tahun 2020 -2022, hal ini tentu saja membuat masyarakat semakin menderita,” beber Kartika.
Lanjut dia, berdasarkan data pihaknya, keadaan sekarang menyebutkan lebih dari 64 persen atau 845.977,63 hektar kawasan DAS Seruyan telah berubah sepenuhnya menjadi wilayah konsesi perusahaan-perusahaan besar kelapa sawit dan kayu.
“ Jumlah perusahaan yang berada di sepanjang DAS Seruyan mencapai 93 unit yang terdiri dari 69 perkebunan kelapa sawit (PBS) dan 24 perusahaan pengolahan kayu (IUPHHK-HA),” ungkap Kartika.