”Pemkab saya kira tidak perlu takut digugat, karena memang dasar pencabutannya adalah masyarakat di sana sudah menolak. Jangan dipaksakan memberikan izin. Justru kalau dipaksakan saya yakin ini akan jadi konflik berkepanjangan. Perusahaan dan masyarakat akan terus berbenturan sampai kapan pun,” katanya.
Menurut Abadi, tidak sulit mencabut izin tersebut, apalagi statusnya saat ini masih belum pada penetapan HGU. Justru jika sudah di-HGU-kan akan jadi masalah baru dan kendala bagi Pemkab Kotim mencabutnya.
”Proses HGU ini ’ajaib’. Bisa saja tiba-tiba nanti jadi HGU, meskipun masyarakat sekitarnya tidak tahu,” ujarnya.
Dinas Lingkungan Hidup Kotim sebelumnya menerima sepuluh usulan Masyarakat Hukum Adat dari tiga Kecamatan. Usulan tersebut dari Kecamatan Telawang yang meliputi Desa Sebabi, Kenyala, Tanah Putih, Biru Maju, dan Penyang. Kecamatan Parenggean meliputi Desa Kabuau dan Tehang, serta Kecamatan Antang Kalang yang meliputi Desa Tumbang Sepayang dan Tumbang Gagu.
Terkait hutan adat, menurutnya, kendala selama ini adalah status kawasan. Banyak hak masyarakat adat, seperti tanah adat sebagian berada di kawasan hutan. Hal itu yang diperjuangkan pemerintah daerah melalui pinjam pakai atau pengukuhan kawasan dengan persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (ang/ign)