Pencabutan Izin Belum Pasti, Kayu Tumbang Ramei Mulai Dijarah

ilustrasi perambahan hutan
ilustrasi (radar jambi)

SAMPIT, radarsampit.com – Persoalan hutan di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang, belum menemui titik terang penyelesaian. Ketidakpastian hukum membuat ancaman terhadap eksistensi hutan berlipat ganda. Selain belum pasti bebas dari ekspansi perkebunan, kayu hutan disinyalir mulai dijarah oknum pelaku pembalakan liar.

”Kabarnya memang di wilayah hulu ada penjarahan terhadap kayu milik wilayah Desa Tumbang Ramei. Kami akan turun ke sana nanti mengecek lokasinya, karena hutan ini memang cukup luas,” kata Kepala Desa Tumbang Ramei Natalis, Kamis (10/8).

Bacaan Lainnya

Natalis melanjutkan, penjarahan kayu tentunya tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, hutan tersebut merupakan hutan asli yang masih tersisa di Kotim. Daerah itu merupakan penyangga kehidupan untuk wilayah hulu hingga hilir.

Kabar penjarahan kayu di hutan dilakukan melalui dari jalur Kabupaten Katingan. Sebab, aksesnya lebih dekat untuk mendapatkan kayu berkualitas dengan usia ratusan tahun. Di hutan itu ada beragam jenis kayu, mulai dari ulin berusia ratusan tahun hingga jenis meranti, benuas, dan bengkirai.

Baca Juga :  Jumat Sore Membara, Bengkel Ban di Sampit Ludes Terbakar

Natalis menuturkan, warga Desa Tumbang Ramei konsisten mempertahankan hutan itu sebagai hutan cadangan. Bahkan, mereka ingin hutan tersebut menjadi hutan adat, tempat masyarakat bertahan hidup, mulai dari berburu hingga berladang di dalamnya.

Anggota Komisi I DPRD Kotim Muhammad Abadi mendesak Pemkab Kotim mengusulkan wilayah Desa Tumbang Ramei yang terancam perluasan kawasan perkebunan PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) diajukan sebagai wilayah hutan adat. Dengan begitu, masyarakat masih memiliki akses masuk hingga mengelola hutan itu dengan kearifan lokal.

”Saya mendorong Pemkab Kotim mengusulkan di Tumbang Ramei lebih baik menjadi   hutan adat. Meskipun sebelumnya status kawasan itu APL (areal penggunaan lain, Red), bukan berarti tidak bisa  diusulkan menjadi kawasan hutan adat yang menjadi hutan cadangan untuk Kotim,” kata Abadi.

Abadi menyesalkan lambatnya Pemkab Kotim mencabut izin PT BSL. Apalagi sudah tujuh bulan terakhir ini tidak ada proses sama sekali.



Pos terkait