Sementara itu, sejumlah pengepul mengaku cemas dengan adanya surat edaran bupati. “Kami khawatir nanti ini jadi alasan menolak buah kami, meskipun buah ini hasil dari pengepulan dengan petani-petani yang setiap minggu jumlahnya hanya 1 ton,” kata Anton, salah satu pengepul.
Suparman, aktivis di bidang perkebunan kelapa sawit, mengatakan, aksi pencurian kelapa sawit yang terjadi di Kotim dan Seruyan tidak lepas dari ketidakpatuhan perusahaan terhadap hukum di bidang investasi perkebunan. “Ini tidak lepas dari perusahaan yang tidak mengantongi izin secara sempurna, misalnya IPKH, HGU, izin lokasi, IUP, IUP P dan IUP B. Akibatnya ada pemahaman bahwa tanaman itu illegal karena ditanam di lahan yang tidak sah juga secara hukum,” kata Suparman.
Menurutnya, pencurian ataupun penjarahan di areal perusahaan tidak bisa dibenarkan. Dia juga mendorong penyebab adanya penjarahan ini juga harus diselesaikan. (rdw/ang/yit)