Madie mengaku tak habis pikir dengan permainan mafia tanah. Sertifikat yang diterbitkan oknum BPN Kota Palangka Raya jumlahnya cukup banyak dan berada di atas tanah warga Jalan Hiu Putih dan Banteng. Pihaknya meminta Presiden maupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), agar menyelesaikan persoalan yang terjadi lebih dari dua tahun itu.
”Gimana tidak resah. Oknum yang mengaku tanahnya itu, kalau sesuai dengan suratnya, berada di Jalan Arwana. Tetapi, sertifikatnya terbit di atas tanah warga Jalan Hiu Putih. Kami, masyarakat resah dengan perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab, yang selalu menunjukkan sertifikat hak milik, padahal lokasinya berbeda,” tegasnya.
Madie mengungkapkan, lahan yang diklaim itu merupakan milik orang tuanya dan telah memiliki legalitas berupa surat sejak tahun 1978. Bahkan ada SK-nya. Akan tetapi, justru muncul sertifikat dan diklaim pihak lain.
”Tidak sewajarnya ada sertifikat. Untuk di kawasan Jalan Hiu Putih itu ada sekitar 200 hektare totalnya apabila dihitung, karena letaknya tidak hanya satu tempat. Bahkan, si pemilik tanah yang katanya sudah sertifikat, sama sekali tidak mengetahui siapa saja pemilik batas tanah di depan, belakang, kanan, dan kirinya. Kami akan tetap laporkan persoalan dokumen tanah palsu yang dilakukan oknum BPN tersebut ke polisi,” ujarnya.
Madi menambahkan, pihaknya menggelar aksi agar pemerintah bisa turun tangan dan menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan dokumen sah. ”Kami hanya ingin menjaga hak kami dan lahan ini memang kami yang memiliki dengan dokumen sah. Keberadaan mafia tanah ini berbahaya, karena bisa menimbulkan konflik nantinya,” katanya. (daq/hgn/ign)