Polemik Pasukan Merah, Ini Sikap Ketua DAD Kalteng

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah Agustiar Sabran meminta semua pihak agar tetap menjaga kerukunan di Kalteng
HADIRI SIDANG ADAT: Ketua DAD Provinsi Kalteng Agustiar Sabran saat menghadiri sidang adat yang dilaksanakan di rumah adat Betang Desa Pasir Panjang, Kecamatan Arsel, Kabupaten Kotawaringin Barat, beberapa waktu lalu. (SULISTYO/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA – Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah Agustiar Sabran meminta semua pihak agar tetap menjaga kerukunan di Kalteng yang selama ini sudah berjalan dengan baik. Polemik antara Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) dengan sejumlah organisasi masyarakat adat, jangan sampai membuat kegaduhan yang berujung pada terkoyaknya perdamaian.

”Semua pihak harus bijaksana dan arif. Jaga kerukunan dan kedamaian! Pokoknya semua jangan menambah kusut benang yang sudah kusut ini,” kata Agustiar saat ditemui di Huma Betang Hapakat Palangka Raya, Senin (29/11).

Bacaan Lainnya

Agustiar menambahkan, semua harus bahu membahu dan saling merangkul untuk masyarakat Kalteng, sehingga kesejahteraan dan kerukunan terus terjaga. ”Kalteng harus tetap damai dan sejahtera,” tegasnya.

Terpisah, tokoh masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Betly, mendesak Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) segera menyikapi persoalan tersebut karena berpotensi menimbulkan gesekan horizontal di kalangan Suku Dayak. Elite pemerintahan juga bisa turun tangan untuk menyelesaikan polemik tersebut.

Baca Juga :  SADIS!!! Ikut Campur Urusan Rumah Tangga, Kakak Ipar Ditebas

”Kami sebagai masyarakat Dayak mendesak agar MADN, Gubernur Kalteng, DAD turun tangan menyikapi permasalahan ini supaya bisa diselesaikan dengan arif dan bijaksana. Harus dikumpulkan semua ormas Dayak ini. Jangan saling tuding-menuding apabila orang Dayak itu mau bersatu,” katanya.

Betly yang juga tokoh dari Majelis Hindu Kaharingan ini mengingatkan, kondisi belakangan ini sudah tidak bisa didiamkan. Tokoh Dayak harus bisa mendudukkan bersama semua pihak yang saling berkaitan. Dia menyakini persoalan itu bisa diakhiri melalui pertemuan yang diinisiasi tokoh berpengaruh.

”Saya sendiri sebagai orang Dayak merasa malu dengan saling gesek antara orang Dayak. Penolakan itu sudah tidak bisa dianggap enteng. Harusnya semua organisasi bersatu padu, jangan terhasut, karena sudah ada hal yang ingin memecahkan orang Dayak itu sendiri tanpa disadari,” ujarnya.

Betly mengaku mengenal TBBR. Pengurus dan anggotanya merupakan orang Dayak. Karena itu, menolak ormas tersebut tentunya bukan hal yang bijaksana. ”TBBR itu ya orang Dayak juga. Misalnya saya masuk ke TBBR ditolak, apakah saya harus pergi dari Tanah Borneo ini? Harusnya kita bersatu padu,” tegasnya.



Pos terkait