Bahkan, niatnya mencalonkan diri sebagai bakal calon bupati juga dilakukan dengan mengajukan izin terlebih dahulu. “Saya langsung menghadap minta izin langsung ke Pak Bupati. Buktikan saja ke Bawaslu. Saya ini bacalon yang tidak pernah pasang spanduk baliho atau apa pun dan saya mematuhi aturan. Kalau memang ada bukti video, silakan itu dibuktikan, tetapi itu tidak ada pembuktian,” ujarnya.
Selama puluhan tahun mendedikasikan diri sebagai seorang ASN, dia meyakini telah menjalani tugas dan tanggung jawabnya dengan disiplin. ”Saya tidak pernah mendapat teguran terkait disiplin. Maka ini dasar saya mengajukan gugatan keberatan kepada Bupati Kotim ke PTUN sebagai salah satu bentuk pelaksanaan hak sebagai ASN,” ujar pria yang bertugas sebagai ASN sejak tahun 1985 ini.
Kecintaannya terhadap profesinya begitu besar, sehingga dia memantapkan tekad mengajukan gugatan ke PTUN. Menurutnya, bekerja sebagai ASN bukanlah sesuatu yang mudah.
Perjalanan karier serta jabatan memerlukan perjuangan yang diawali disiplin dan tanggung jawab. Namun, dengan penjatuhan hukuman sanksi disiplin, secara tidak langsung merusak nama baiknya.
”Menjalani karier sebagai ASN tidak segampang itu. Bersusah payah menjalani tugas dan tanggung jawab, menempuh pendidikan, mengedepankan nama baik ASN,” ujarnya.
”Ini pembelajaran bagi pemimpin. Tidak semua ASN bisa sembarangan dijatuhi hukuman disiplin. Semua ada aturannya. Jangan karena merasa tidak senang dengan seseorang langsung membunuh karier orang selama 36 tahun. Ini terkesan bertindak semena-mena,” pungkasnya. (hgn/ang/ign)