Di lokasi TPA juga dilengkapi zona komposting, sampah sayur-sayuran yang telah membusuk diubah menjadi kompos yang bermanfaat untuk menyuburkan tanaman. Kompos dikemas dengan label buatan DLH Kotim. Setiap kemasan seberat 5 kg dijual dengan harga Rp 12.500.
”Pemesannya ada saja terus. Petani juga memesan kemari, dari Dinas Pertanian juga pesan kesini,” katanya.
Kepala UPTD Pengelola Sampah Ahmad Nafarin menambahkan, pihaknya memiliki tiga alat berat yang digunakan untuk mengoperasikan proses keruk tanah dan penimbunan sampah yang dilakukan setiap pekan sekali.
Namun, saat ini hanya ada satu alat berat yang dapat difungsikan. Sehingga, membuat sampah berantakan dan menutup akses jalan truk angkutan sampah tidak dapat membuang ke zona aktif.
”Jalan sempat tertutup sampah, karena alat berat yang lain masih proses perbaikan, pekerjaan menjadi terhambat, truk pengangkut sampah tidak bisa masuk yang membuat sopir pengangkut sampah membuang sembarangan ke lahan kosong disamping zona komposting,” kata Ahmad Nafarin.
Ahmad mengaku sempat kesulitan mencari oksigen untuk keperluan pengelasan proses perbaikan. Kepala DLH Kotim kemudian menyurati Satgas Covid-19 Kotim untuk mengusulkan pengadaan oksigen pada Jumat (6/8) lalu.
”Kami perlu oksigen untuk proses perbaikan. Sempat kesulitan juga mencari oksigen, dibantu Satgas Covid-19 akhirnya dapat tiga tabung oksigen. Memang persoalan nyawa nomor satu, persoalan sampah juga penting, alat berat rusak, sampah berantakan, lingkungan tidak bersih, dikhawatirkan jadi ladang penyakit,” tandasnya. (yit)